BERITA
Daftar Berita Pusat Studi HAM
Universitas Islam Indonesia
RILIS MEDIA
Respons PUSHAM UII atas Tindakan Aparat Kepolisian Menabrak dan Melindas Pengunjuk Rasa dan/atau Orang Sipil yang Sedang Berada di Lokasi Unjuk Rasa di Pejompongan, Jakarta Pusat, hingga Tewas
BUKAN PEMBUBARAN MASA AKSI, MELAINKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
Yogyakarta, 29 Agustus 2025 – Pada Kamis (28/8/2025), mobil rantis polisi melindas warga dalam aksi unjuk rasa di Pejompongan, Jakarta Pusat. Dalam rekaman yang tersebar, aparat pengemudi mobil rantis tersebut sempat berhenti setelah menabrak korban, namun terus melaju ketika posisi korban masih terkapar di bawah moncong mobil akibat ditabrak. Korban dilindas, dan berujung tewas akibat insiden tersebut.
Merespons insiden ini, Eko Riyadi, Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) secara tegas menyatakan “Saya dan Pusham UII mengecam sangat keras tindakan represif aparat kepolisian terhadap pengunjuk rasa.” Ia melanjutkan, “Menyampaikan pendapat di muka umum, selain hak asasi manusia, juga telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998.”
Eko juga menaruh perhatian yang kuat pada tindakan aparat yang tidak bertanggung jawab dengan menyatakan “Tindakan melindas pengunjuk rasa dan/atau orang sipil yang sedang berada di lokasi unjuk rasa, bukan saja bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius, tetapi juga memenuhi kualifikasi sebagai perbuatan pidana, dan patut diduga adalah ‘tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang secara sengaja’.”
Oleh karena itu, Eko mengatakan bahwa Pusham UII menuntut supaya:
- Pihak Kepolisian untuk memproses hukum pelaku yang “melindas” pengunjuk rasa dan/atau orang sipil yang sedang berada di lokasi unjuk rasa.
- Pihak Kepolisian untuk menghormati semua orang yang menyampaikan pendapat di muka umum dan menjamin rasa aman bagi semua orang yang berada di sekitar lokasi unjuk rasa.
- Pihak Kepolisian untuk berhenti menggunakan alat dan senjata yang membahayakan nyawa dan fisik pengunjuk rasa.
–Selesai–
- 28 Juli 2025
Peristiwa intoleransi kembali mencederai nilai-nilai kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Pada Minggu, 27 Juli 2025, rumah doa jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah Padang menjadi sasaran pembubaran dan perusakan oleh sekelompok massa di Kota Padang, Sumatera Barat. Kejadian ini menimbulkan dampak fisik dan psikis bagi para jemaat, termasuk anak-anak yang turut menjadi korban.
Sebagai bentuk respons atas insiden tersebut, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) menyampaikan pernyataan resmi yang menyoroti tanggung jawab Pemerintah Kota Padang dalam melindungi kebebasan beragama, serta menyerukan langkah konkret untuk penegakan hukum, pemulihan korban, dan pencegahan kekerasan serupa di masa mendatang.
Berikut ini adalah rilis media lengkap dari Pusham UII.
- 30 Juni 2025
Pusham UII kembali membuka pendaftaran untuk Human Rights Academy Batch III yang akan diselenggarakan pada September 2025. Terbuka bagi mahasiswa dari jurusan manapun untuk memperdalam pemahaman dan wawasan seputar HAM. Bagi Mahasiswa yang mendaftar diwajibkan menyiapkan motivation letter dan mengisi formulir aplikasi. Pendaftaran dibuka mulai 1 – 30 Juli 2025
Formulir Pendaftaran Human Rights Academy Scholarship :
s.id/hra2025
- 26 Februari 2025
Pusham UII bekerjasama dengan Bareskrim Polri dalam mengawal sistem peradilan yang fair bagi disabilitas dimulai pada tahun 2020. Kerjasama juga dilakukan dengan Diklat Kumdil Mahkamah Agung (Badan Strategi dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung), Badiklat Kejaksaan Agung, dan Diklat Reserse Lemdiklat Polri. Kerjasama telah melahirkan penting produk, antara lain: adanya bahan-bahan yang dapat menjadi dasar pengesahan Peraturan Internal Kepolisian terkait dengan Penanganan Disabilitas Berhadapan dengan Hukum, yaitu policy brief, naskah akademik, dan naskah draf norma yang telah dibuat oleh tim kolaborasi Bareskrim Polri, Pusham UII dan jaringan pegiat disabilitas. Produk lain yang telah dihasilkan bersama lembaga pendidikan bagi aparat penegak hukum yaitu modul pelatihan, buku saku, bahan ajar, kurikulum, serta penyelenggaraan pelatihan bagi Polisi, Jaksa dan Hakim tentang peradlan yang fair bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum.
Pembuatan aturan internal, pendidikan dan pelatihan terkait penanganan disabilitas berhadapan dengan hukum dipandang penting karena negara Indonesia saat ini telah memiliki regulasi yang menjamin hak-hak penyandang disabilitas, salah satunya terkait dengan hak atas keadilan dan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum. Regulasi utamanya ialah UU No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Ratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, serta UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Di dalam dua regulasi ini, diatur secara spesifik terkait dengan hak-hak penyandang disabilitas di bidang hukum.
Undang-Undang Penyandang Disabilitas kemudian memandatkan aturan turunan terkait dengan hukum, yang kemudian disahkan lewat Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. Salah satu mandat penting Peraturan Pemerintah ini ialah hendaknya Lembaga penegak hukum dan Lembaga lain yang terkait proses peradilan harus membuat dan mengembangkan standar pemeriksaan penyandang disabilitas. Pada Pasal 12 ayat (2) dinyatakan bahwa standar pemeriksaan meliputi : (a) kualifikasi Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Petugas Kemasyarakatan; (b) fasilitas bangunan Gedung; dan (c) fasilitas pelayanan; (d) prosedur pemeriksaan.

Sesuai perintah peraturan pemerintah di atas, institusi penegak hukum sebagian telah membuat dan mengesahkan peraturan internalnya. Mahkamah Agung lewat Direktorat Jenderal Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum tentang Pedoman Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas di Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri; Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung tentang Standar Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas di Lingkungan Peradilan Agama; dan Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara tentang Pedoman Layanan Bagi Penyandang Disabilitas di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan institusi kejaksaan telah mengesahkan Pedoman Kejaksaan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Akomodasi yang Layak dan Penanganan Perkara yang Aksesibel dan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.
Merujuk pada regulasi di atas, sebagaian institusi peradilan telah memiliki aturan internalnya yang dapat menunjang penangan disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Salah satu lembaga yang perlu didorong agar membuat dan mengesahkan internal adalah kepolisian, karena institusi pengadilan, kejaksaan, dan bahkan lembaga pemasyarakatan telah memiliki aturan terkait penanganan disabilitas berhadapan dengan hukum. Berangkat dari kebutuhan tersebut, Pusham UII yang telah memiliki track record lama bekerjasama dengan institusi kepolisian hendak terlibat dalam mengawal proses dan pengesahan aturan di internal di kepolisian terkait penanganan disabilitas yang berhadapan dengan hukum.
Kegiatan diskusi terfokus ini akan berlangsung pada Senin – Selasa, 24 – 25 Februari 2025 yang bertempat di hotel Ambhara Jl. Iskandarsyah Raya No.1, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.


Narasumber dari kegiatan ini yaitu:
- Urgensi pembuatan dan pengesahan aturan internal kepolisian dalam penanganan disabilitas berhadapan hukum
(Oleh: Dir. PPA-PPO Bareskrim Polri, Ibu Brigjen Pol. Nurul Azizah)
- Mekanisme pembuatan dan pengesahan aturan internal kepolisian dalam penanganan disabilitas berhadapan hukum
(Oleh: Binfung Rorenmin Bareskrim Polri, KBP Mahedi Surindra, S.H., S.I.K., M.H)
- Pembuatan dan pengesahan aturan internal kepolisian dalam penanganan disabilitas berhadapan hukum
(Oleh: Nurul Saadah Andriani, Sapda Yogyakarta)
Peserta kegiatan diskusi ini adalah ada perwakilan dari Bareskrim Polri, Pegiat Disabilitas, dan Pusham UII.
Hasil dari kegiatan ini yaitu :
- Dokumen materi terkati kondisi, capaian, dan kebutuhan aktifitas untuk mengawal pembuatan aturan internal kepolisian dalam menangani disabilitas berhadapan dengan hukum.
- Dokumen strategi pengawalan pembuatan aturan sehingga dapat berhasil disahkan dan menunjang pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.
- Adanya peta proses pembuatan dan pengesahan aturan internal kepolisian dalam menangani disabilitas berhadapan dengan hukum.
- 14 Februari 2025
Tahun 2024, Pusham UII bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan atas dukungan Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) melalui The Asia Foundation (TAF) telah merumuskan naskah Peta Jalan Pemasyarakatan Inklusif. Naskah ini akan menjadi dasar program Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam mewujudkan pemasyarakatan inklusif sebagaimana amanat UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan PP Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi Yang Layak Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. Selama ini, program kegiatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam menyediakan akomodasi yang layak, tidak tersusun dengan sistematis, melainkan berdasarkan kebutuhan yang muncul di lapangan saja. Akibatnya, program kegiatan tidak terencana dengan matang dan kerap kali tumpang tindih dengan program lainnya. Dalam konteks ini, maka Peta Jalan Pemasyarakatan Inklusif dibutuhkan. Dengan Peta Jalan ini, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dapat menyusun rencana tahunan yang lebih terencana, melibatkan semua pihak terkait, berdasarkan tanggung jawabnya masing-masing.
Peta Jalan Pemasyarakatan Inklusif dibuat dengan melibatkan organisasi penyandang disabilitas, baik sebagai tim perumus, maupun pembahas dalam proses pembahasan. Saat ini, Peta Jalan tersebut telah diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk diteruskan menyesuaikan proses di internal. Namun, perubahan politik hukum yang memecah Kementerian Hukum dan HAM menjadi tiga Kementerian, salah satunya Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, menjadikan proses internal tertunda dengan berbagai macam hambatan. Oleh karena itu, membutuhkan dukungan agar bisa berlanjut ke tahap dan proses selanjutnya.
Berdasarkan kondisi di atas, maka The Asia Foundation, bekerjasama dengan Pusham UII dan Ditjen Pemasyarakatan, menyelenggarakan kegiatan konsinyering dan FGD membahas Naskah Peta Jalan Pemasyarakatan Inklusif di internal Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan mengundang pihak lain yang terkait. Peta Jalan Pemasyarakatan yang telah dibentuk, menyangkut kewenangan dan kelembagaan lain di luar Ditwatkeshab.


Kegiatan ini dilaksanakan pada hari selasa hingga rabu tanggal 11 – 12 Februari 2025 dimana hari pertama bertempat di Hotel Loman Yogyakarta dan hari kedua melakukan kunjungan di Rumah Tahanan Yogyakarta. Adapun Peserta dalam kegiatan ini adalah Tim Perumus Peta Jalan, Pusham Universitas Islam Indonesia, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, The Asia Foundation, AIPJ2, dan DFAT. Kegiatan ini terselenggara atas dukungan dari Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) melalui The Asia Foundation (TAF) bekerjasama dengan Pusham UII dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Keluaran yang akan dihasilkan dari rangkaian kegiatan ini adalah Draf Termutakhir dari Peta Jalan Pemasyarakatan Inklusif bagi Disabilitas termasuk Draf Ringkasan Kebijakannya.
- 30 Januari 2025
Rilis Media Kajian PUSHAM UII
LANGKAH AWAL YANG SURAM: Performa Hak Asasi Manusia dalam Peraturan Perundang-Undangan Pemerintahan Prabowo-Gibran pada 100 Hari Pertama
Yogyakarta, 30 Januari 2025 – Pada 28 Januari 2025, pemerintahan Prabowo-Gibran genap berusia 100 hari. Dalam 100 hari pertama ini, pemerintahan Prabowo-Gibran telah mengesahkan 155 peraturan perundang-undangan. Namun, pada periode yang sama, belum terlihat keseriusannya dalam mengurusi bidang hak asasi manusia. Hal ini meletakkan dasar bagi PUSHAM UII untuk menilai dan mengevaluasi performa hak asasi manusia dalam peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran. Di tengah ramainya pemantauan yang dilakukan masyarakat sipil untuk pemerintahan Prabowo-Gibran pada 100 hari pertama, riset ini berkontribusi untuk mengisi kekosongan penjelasan terstruktur untuk konteks peraturan perundang-undangan dan hak asasi manusia.
Penilaian PUSHAM UII menunjukkan bahwa skor indikator untuk performa hak asasi manusia dalam peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran hanya berkisar 0,1 dari skala 0-1, menandakan orientasi hak asasi manusia yang sangat lemah dari peraturan perundang-undangan yang disahkan dalam 100 hari pertama. Peraturan perundang-undangan pada 100 hari pertama juga ditemukan tertutup pada keberadaan hukum hak asasi manusia.
Menurut Heronimus Heron sebagai peneliti PUSHAM UII, terdapat dua alasan yang membuat kajian ini relevan. “Pertama, Presiden Prabowo saat pelantikan pada 20 Oktober 2024 tidak menyebutkan satu kata pun tentang hak asasi manusia. Kedua, performa hak asasi manusia Indonesia dinilai menurun selama tiga tahun terakhir.”
Menurut Sahid Hadi sebagai peneliti PUSHAM UII, “peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki orientasi hak asasi manusia yang sangat lemah.” Ia menambahkan, “dari segi performa hak asasi manusia, peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran memperlakukan hak asasi manusia sebagai elemen minoritas. Tentu saja, ini bukan merupakan langkah yang baik untuk masa depan hak asasi manusia di Indonesia.”
Heronimus Heron menambahkan, “pengakuan hak-hak masyarakat adat dalam undang-undang penetapan provinsi, kabupaten, dan kota tidak berbasis pada kepemilikan hak masyarakat adat”. Selanjutnya, “penggunaan frasa ‘Melindungi Segenap Bangsa Indonesia dan Tumpah Daerah Indonesia dan Memajukan Kesejahteraan Umum’ hanyalah sebuah klise.”
Menurut Vania Lutfi Safira Erlangga sebagai peneliti PUSHAM UII, “terdapat juga pernyataan eksplisit tentang pembangunan yang dilakukan secara berkelanjutan dalam undang-undang tentang penetapan kabupaten dan kota. Namun, penggunaan istilah keberlanjutan seringkali digunakan oleh Pemerintah untuk menguntungkan kepentingan sesaat yang seringkali mengorbankan keberlanjutan pemenuhan kebutuhan masa sekarang dan keberlanjutan lingkungan hidup di masa depan.”
Sahid Hadi menambahkan, “peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran juga memungkinkan terjadinya eksklusi bidang hak asasi manusia dari bidang-bidang lain seperti investasi dan bisnis, perdagangan, kehutanan, dan lain-lain. Padahal, hak asasi manusia seharusnya menjadi jiwa dan pemandu di segala bidang dalam urusan pemerintahan, termasuk pemerintahan Prabowo-Gibran.”
Sahid Hadi melanjutkan, “pemerintahan Prabowo-Gibran perlu memperbaiki cara memperlakukan hak asasi manusia dalam peraturan perundang-undangan yang dihasilkan, yaitu dengan menginkorporasikan hak asasi manusia dan hukum hak asasi manusia secara formal dan eksplisit di setiap unsur peraturan perundang-undangan.”
Kajian selengkapnya dapat diunduh sebagai berikut: