Penyandang Disabilitas yang berproses di peradilan, baik sebagai saksi, korban, pelaku, maupun pengunjung jumlahnya semakin meningkat setaip tahunnya. Hal ini terjadi karena banyak faktor, mulai dari semakin terbukanya ruang dan akses keadilan bagi masyarakat, hingga semakin banyaknya masyarakat yang “melek” hukum. Sayangnya, dalam semua proses peradilan, masih banyak ditemui hambatan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas, semisal hambatan sarana dan prasarana, hambatan perilaku aparat penegak hukum, dan hambatan berkomunikasi. Sebagai contoh, jika ada penyandang disabilitas tuli yang berproses di kepolisian, sangat sedikit jumlahnya aparat kepolisian yang mengerti cara berkomunikasi dengan penyandang disabilitas tuli, akibatnya proses beracara menjadi tidak maksimal. Contoh lain misalnya, jika ada pengguna kursi roda yang berkunjung ke kantor polisi, tidak semua kantor polisi (polsek, polres, maupun polda) memiliki sarana dan prasarana aksesibel bagi penguna kursi roda, akibatnya pengguna kursi roda tidak dapat mengakses beberapa bagian gedung.
Berkaitan dengan masalah tersebut, pemerintah lalu mengesahkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. UU dan PP ini menjamin hak penyandang disabilitas dalam proses peradilan, baik dari tahapan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan, hingga menjalani hukuman. Dalam rangka memastikan agar berbagai hak itu dipahami dan dijalankan oleh masing-masing instansi penegak hukum, maka UU dan PP mewajibkan agar setiap instansi penegak hukum merumuskan peraturan internal tentang akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas.
Oleh karena itu, Kepolisian Republik Indonesia sebagai salah satu instansi penegak hukum dan merupakan instansi pertama dimana proses peradilan dimulai, sangat penting untuk merumuskan peraturan internal kepolisian tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas. Peraturan internal ini setidaknya akan berisi tentang pelaksanaan profil asesmen, perincian hak penyandang disabilitas dalam tahap penyelidikan dan penyidikan, peningkatan sumber daya manusia penyidik, afirmasi hambatan penyandang disabilitas dalam proses pemeriksaan, dan lain sebagainya.
Kegiatan ini adalah workshop pemetaan awal kebutuhan penyusunan peraturan Kepala Bareskrim Polri tentang Akomodasi yang Layak Peyandang Disabilitas. Kegiatan diawali dengan penyampaian materi tentang substansi peraturan dan proses penyusunan Perkaba di internal kepolisian, dilanjutkan dengan penyampaian masukan dari masing-masing peserta.
Peserta dalam kegiatan ini adalah perwakilan Tim Pokja Kepolisian untuk Anak, Perempuan dan Penyandang Disabilitas berhadapan dengan hukum, Pusham UII, LBH Apik, AIPJ2, Akademisi, dan perwakilan organisasi masyarakat sipil yang bergerak pada isu penyandang disabilitas. Total peserta adalah 35 orang.
WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN
Hari, tanggal : Senin dan Selasa, 27 dan 28 Maret 2023
Waktu : 09.00 WIB – selesai
Tempat : Aloft Hotel Wahid Hasyim Jakarta Pusat
Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII), LBH Apik, dan Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Republik Indonesia didukung oleh Pemerintah Australia dan Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2).
Hasil dari Workshop Awal Penyusunan Peraturan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri tentang Akomodasi Yang Layak Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan, adalah:
- Penjelasan rencana penyusunan Peraturan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri tentang Akomodasi Yang Layak Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan;
- Masukan tentang substansi dan mekanisme penyusunan Peraturan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri tentang Akomodasi Yang Layak Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan;
- Tersusun outline dan time line rencana Peraturan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri tentang Akomodasi Yang Layak Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan; dan
- Tersampaikan rencana penyusunan Peraturan Internal Polri tentang Perempuan dan Anak berhadapan dengan hukum.