- Sepotong Surga di Andalusia
Penulis: Maria Rosa Menocal
Penerbit: Mizan, 2006
Halaman: xix + 409 halaman
- History of the Arabs
Penulis: Philip K Hitti
Penerbit: Serambi 2005
Halaman: XII + 965
Ini adalah kisah yang diambil dari sebuah buku yang mengaggumkan. Judulnya menarik: Sepotong Surga di Andalusia (Kisah Peradaban Muslim, Yahudi, Kristen Spanyol Pertengahan…750-1482M) Buku ini ditulis oleh Maria Rosa Menocal. Seorang Profesor bahasa Spanyol dan Portugis di Yale University. Kenapa buku ini jadi memikat karena terdapat kisah sejarah yang mengaggumkan. Tentang bagaimana Islam tumbuh dalam sebuah tatanan masyarakat yang majemuk. Tentu ini bukan sekedar cerita mengenai buku ini melainkan juga bagaimana Andalusia jadi potongan sejarah yang pantas dipelajari. Masa silam yang sekarang ini banyak dirindukan oleh sejumlah Gerakan Islam untuk dihidupkan kembali. Di samping jamuan utama buku ini, tulisan ini dilengkapi dengan tambahan data, dokumen dan artikel yang
mengetengahkan Andalusia. Terutama karya besar Philip K Hitti, History of The Arabs. Bab tentang Spanyol dan keruntuhanya. Sebuah karya besar yang membedah sejarah Arab yang intinya ada dalam penyebar-luasan pengaruh Islam. Pujian berhamburan atas karya ini, selain kronologis, detail juga disampaikan dalam tutur kisah yang mirip dengan novel bersambung. Kedua karya ini menjadi panduan utama bagaimana melihat Islam di Spanyol. Masa keemasan yang telah membawa Islam sebagai ajaran yang terbuka, toleran dan melindungi minoritas. Masa gemilang yang membawa Islam dalam budaya pengetahuan yang mengaggumkan sekaligus mempengaruhi abad-abad berikutnya. Ini adalah pintu dimana Eropa menemukan kekayaan pengetahuan sebenarnya. Semangat yang kini menjadi penting untuk dihidupkan kembali dan menjadi relevan untuk ditengok. Setelah banyak kecaman, tuduhan bahkan segala bentuk kesangsian atas Islam. Juga perlu dilihat setelah banyak gerakan Islam selalu membaca masa lampau hanya dalam sudut pandang ’syariah’ dan ’khilafah’. Masa lampau ternyata lebih kaya ketimbang itu. Andalusia membuktikan masa lampau yang toleran, maju, terbuka dan penuh dengan karya-karya agung.
Sampai hari ini, aku tidak menemukan penghibur kesedihanku setelah kehilangan dirinya….
Aku tidak pernah dapat melupakan kenangan tentangnya
(Ibn Hazm)
Ketahuilah, tuanku, bahwa tanah kami disebut Sefarad dalam
Bahasa suci, sementara warga keturunan Ismail menamakanya Al-Andalus
Dan kerajaanya dinamakan Kordoba
(Hasdai ibn Shaprut)
Andalusia diibaratkan sepotong surga. Kota yang dipimpin oleh salah satu keturunan Bani Umayyah. Bersinar, melimpah dan memiliki kekayaan pengetahuan. Padahal kota itu tegak dari tangan seorang pelarian. Abd Al-Rahman masih muda dan nekat. Keturunan terakhir Dinasti Umayyah. Cucu Hisyam, khalifah kesepuluh Damaskus. Ditembusnya gunung pasir Afrika untuk menghindar dari pembantaian ganas dinasti Abbasiyah. Semua keluarganya musnah. Kala itu Abd Al-Rahman masih berusia awal dua puluhan tahun. Berlari ke arah barat menuju perbatasan yang sangat jauh. Menembus Palestina, Mesir dan Afrika Utara. Kebetulan ibunya salah satu keturunan suku Barber. Salah satu suku dari daerah yang kini populer dengan nama Maroko. Kesanalah Abd Al-rahman berlari. Di daerah yang disebut oleh kaum muslim sebagai ’Maghrib’ (Barat Jauh) kekuasaan Ummayah yang telah roboh coba ditegakkan.
Bukan seperti sebuah kisah persilatan yang pekat dengan adegan duel. Kekuasaan itu tegak memang lewat duel dengan penguasa lokal. Silih berganti terjadi peperangan. Tapi yang paling memukau adalah cara Abd al-rahman dalam menegakkan sekaligus memperluas kekuasaanya. Andalusia negeri yang bertahan tidak saja lewat serdadu. Lebih banyak oleh pertemuan kebudayaan. Lebih banyak oleh kemampuan untuk saling belajar. Anak muda pelarian itu bukan saja membuktikan sebagai penguasa. Dirinya membawa kecerdasan yang sempurna. F Scott Fitzgeralds, menyatakan kalau ’tes kecerdasan paling unggul adalah kemampuan untuk menyimpan dua ide yang bertentangan di dalam pikiran pada saat yang bersamaan’. Abd Alrahman yang dijuluki sebagai ’elang Quraisy’ mampu meramu kedua kekuatan itu. Anak muda yang hidup dalam zaman pertengahan itu memilih untuk menjadi jembatan atas arus kebudayaan yang beragam. Disitu terdapat kaum Yahudi, Kristen dan Muslim yang hidup berdampingan. Abd Al-Rahman berada di titik temu beragam keyakinan itu. Dan sebagai penguasa pintar diramunya keberagaman itu menjadi kekayaan tak ternilai yang hingga sekarang dikenang oleh sejarah.
Kordoba salah satu kekayaan paling bernilai dari penguasa Ummayah. Salah satu kota Andalusia yang agung. Pameran kemakmuran dilukis dalam frase pemandangan di kota itu. Disana, terdapat: sembilan ratus kamar mandi umum dan puluhan ribu toko; ratusan atau mungkin ribuan masjid; air yang mengalir dari saluran air; jalan-jalan yang mulus dan penuh dengan penerangan……perpustakaan khalifah mengoleksi sekitar empat ratus ribu buku dan itu hanya salah satu dari tujuh puluh perpustakaan di Kordoba. Khalifah ini begitu sangat mencintai buku. Katalog perpustakaan Khalifah berjumlah 44 jilid dan katalog itu berisikan informasi tentang segala macam buku yang mencapai sekitar 600.000 judul. Dengan dasar budaya pengetahuan seperti itu tentu Andalusia mendapat julukan Hiasan Dunia (Ornament of The World)
Tanpa harus ada dakwah, propaganda dan bujukan terjadilah lonjakan pemeluk Islam secara besar-besaran. Bahasa Arab menjadi bahasa yang dikagumi dan bahkan melebihi kekuatan bahasa latin. Jika bahasa latin hanya digunakan untuk bahasa Kitab suci maka bahasa Arab jauh berdaya jangkau. Mereka menggunakanya untuk karya puisi. Mereka memanfaatkanya untuk menulis kajian filsafat. Dan tentu untuk mengetahui kandungan Qur’an. Kitab puitik yang menyimpan keindahan luar biasa. Ada julukan menggelikan pada penduduk Kristen yang tinggal di bawah pemerintahan Ummayah di Andalusia. Mereka menyebutnya ’Mozarab’ yang asalnya berarti ’aku ingin menjadi orang Arab’. Julukan yang menjadi simbol bagaimana terlindunginya orang Kristen di bawah penguasa muslim. Kedigdayaan bahasa Arab itu karena bahasa itu telah membawa bersama semua ilmu pengetahuan, mulai dari puisi hingga filfasat, yang memuaskan dahaga para pecinta pengetahuan.
Situasi ini juga memikat warga Yahudi. Mereka juga tinggal di Andalusia. Mereka memilih untuk berbaur dengan kebudayaan Arab-Islam Umayyah sekaligus tetap menjadi anggota komunitas Yahudi. Jaminan praktek beribadat yang mengaggumkan. Di Andalusia mereka tetap diperbolehkan menjalankan agamanya dengan menggunakan bahasa asli. Bahasa Ibrani. Tanpa diganggu, dianiaya apalagi dituduh sesat. Bahkan salah satu tokoh Yahudi, Hasdai, bisa menduduki jabatan sebagai Perdana Menteri.Ingat, Perdana Menteri! Sebuah keadaan yang tidak begitu saja hadir, tanpa tangan toleransi dan sikap terbuka. Jabatan Hasdai yang juga seorang
ulama Yahudi dan dipercaya sebagai editor beberapa karya pengetahuan membawa Andalusia dalam kemajuan yang berarti. Hingga akhirnya pada 929 M Abd Al-Rahman III yang juga merupakan cucu ketiga memproklamirkan diri sebagai pemimpin orang beriman (amir almuminin) dengan dibantu perdana menteri orang Yahudi, Hasdai ibn Shaprut. Puncak pengaruh yang bisa dikatakan sebagai cara untuk menyatakan bahwa Andalusia tidak lagi tunduk pada Dinasti Abbasiyyah yang ada di Baqdad.
Proklamasi kekuasaan memberi sinyal dan tugas. Bagi Abd Rahman III, bukan deklarasi yang utama, melainkan bagaimana orang sepenuhnya mengerti bahwa memang layak Andalusia dijadikan sebagai kiblat dunia. Cita-cita yang kemudian didasari dengan curahan kebijakan yang dipusatkan pada pengembangan estetika, materi dan intelektual. Program kemajuan yang didanai dan didukung sepenuhnya oleh kerajaan. Salah satu perhatian utama adalah pembangunan kastil yang dinamai Madinah Al-Zahrah (Kota Al-Zahrah) Bukan sekedar istana tapi kota yang dikelilingi istana dan taman. Kota yang didirikan untuk mengenang seorang selir yang dicintai raja. Ekspresi cinta yang mahal sekaligus fantastis. Philip K Hitti menuliskan panorama istana itu:
’…istana al-Zahra. Dimana untuk mempercantik istananya, ia mendatangkan marmer dari Numidia dan Kartago; tiang-tiang dan kolam dengan patung emas diimpor atau diperoleh sebagai hadiah dari Konstatinopel; 10.000 pekerja dan 1.500 binatang pengangkut bekerja menyelesaikan bangunan itu selama bertahun-tahun…..’
Maria Rosa Menocal mengandaikan tentang daya tarik kota Madinah Al-Zahrah ketika dirubuhkan di suatu hari pada 1009 M. Ia melukiskan sebuah pertanyaan yang begitu nyeri:
’orang pasti bertanya, manakah…yang paling memabukkan ketika rombongan tentara meruntuhkan tembok kota? Apakah gedung pertemuan dengan langit-langit yang terbuat dari emas dan perak, yang di tengah-tengahnya bergantung hiasan mutiara yang besar? Kolam air raksasa yang memantulkan kilau sinar matahri ke seluruh penjuru? Kebun binatang yang dihuni hewan-hewan buas dan langka dengan parit di sekelilingnya? Ratusan jenis kolam lainnya di setiap halaman gedung atau bangunan? Atau, mungkin, air mancur yang di tengah-tengahnya terdapat patung singa berwarna kuning kehitaman yang dihiasi mutiara?…
Begitu mengaggumkan kota itu hingga Philip K Hitti menyebut periode ini adalah masa terbaik. Andalusia kemudian disebut sebagai salah satu dari tiga pusat kebudayaan dunia, selain Konstatinopel dan Bagdad. Coba andaikan kita tinggal di salah satu kota yang dilukis oleh Philip K Hitti sebagai:
’…kota dengan 130.000 rumah, 21 kota pinggiran, 73 perpustakaan dan sejumlah toko buku, masjid dan istana…kota ini memiliki bermil-mil jalan yang rata yang disinari lampu-lampu dari rumah-rumah di pinggirnya, padahal, ’tujuh abad setelah periode ini, kota London hanya memiliki satu lampu umum…di Andalusia terdapat 27 sekolah gratis di Ibu Kota dan memiliki perguruan tinggi Universitas Kordova yang mendahului al-Azhar Kairo dan Nizhamiyah Baghdad…dan penguasa disana mengundang banyak Profesor untuk menjadi pengajar dengan diberi imbalan tinggi…sehingga para sarjana menyebut di Andalusia ’hampir semua orang bisa membaca dan menulis…’
Tidak hanya keindahan bangunan kota tapi juga bagaimana budaya pengetahuan hidup. Spanyol seperti pintu yang menghubungkan tradisi intelektual Yunani dan Barat. Melalui tangan para cendekiawan Islam melejit berbagai penemuan yang hingga sekarang masih berpengaruh. Para penguasa bukan hanya pintar di ladang pertempuran tapi juga pecinta seni dan pengetahuan. Abd Al Rahman selain pemuda pelarian yang nekad dan pintar juga seorang penyair. Tradisi berpuisi dirawatnya dan terdapat banyak seniman tinggal di Andalusia. Begitu juga Al Hakam penggantinya adalah khalifah yang begitu rakus pada buku. Para punggawa istana-kalau sekarang adalah PNS-punya pekerjaan utama: menjelajahi semua toko buku di Iskandariyah, Damaskus dan Baghdad. Mereka ditugaskan untuk membeli dan menyalin naskah. Khalifah sendiri membaca dan menelaah karya-karya itu. Bayangkan kekuasaan yang pejabatnya cinta pengetahuan dan rajanya rakus membaca.
Jika diringkas dalam kalimat sederhana memang wajar jika kekuasaan semacam ini kemudian melahirkan banyak penduduk pintar. Hampir kalau tidak dikatakan seluruhnya penemuan pengetahuan berhutang pada kehidupan Andalusia. Bidang apapun! Sekali lagi, di bidang pengetahuan apa saja!
Ali ibn Hazm adalah penulis terkenal dan memiliki keluasan pengetahuan. Tahu berapa banyak buku yang sudah ditulisnya? Banyak sejarawan menyebut tak kurang dari 400 buku tentang sejarah, teologi, hadis, logika dan puisi ditulisnya. Menariknya dari 400 karya, yang paling populer adalah buku The Neck-Ring of the Dove, satu buku yang banyak bertutur tentang cinta. Ada 30 bab singkat yang masing-masing membahas suatu masalah atau tema, seperti :’Tentang orang-orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama’ ’Tentang Sinyal-Sinyal yang Terpancar dari Mata’ dan ’Tentang Pengkhianatan’. Wakh! Buku yang ditulis oleh seorang yang pernah ditunjuk sebagai Perdana Menteri dan kepercayaan Khalifah. Dalam artian sekarang, pejabat yang romantik dan pintar. Kelak semua kisah cinta dunia berhutang besar pada dasar-dasar kisah yang ditulis oleh para penyair, penulis dan sastrawan Andalusia Ali ibn Hazm.
Universitas Kordova salah satu tonggak arca pengetahuan memiliki semboyan yang populer hingga saat ini. Bunyinya: ’Dunia hanya terdiri atas empat unsur, pengetahuan orang bijak, keadilan penguasa, doa orang saleh dan keberanian ksatria’ Jurusan yang ada di kampus itu: astronomi, matematika, kedokteran, teologi dan hukum. Semuanya gratis. Dari jurusan itulah muncul pasukan ilmuwan yang hingga hari temuanya masih kita pakai. Soal paling sepele sekaligus dasar pengetahuan adalah penemuan kertas. Diawali temuan dari Maroko kemudian menyebar ke Timur dan puncaknya di Spanyol. Industri kertas pertama di dunia ada di Kordova.
Kajian geografi yang mengilhami Columbus untuk melakukan petualangan banyak dipengaruhi oleh ilmu astronomi yang tumbuh dari Andalusia. Abu Ubayd in Abd al-Aziz al-Bakri yang karya geografinya berjilid-jilid berjudul al-Masalik wa al-Mamalik (Buku Mengenai Jalan dan kerajaan) telah mendorong lahirnya banyak catatan perjalanan. Juga kemajuan dalam bidang astronomi yang diedit, ditulis ulang dan mengkritik pengetahuan astronomi kerabat Muslim mereka di Timur. Salah satu tokoh terkemuka adalah Abu al-Qasim Maslamah al-Majriti yang menyunting dan mengoreksi astronomi yang disusun oleh al-Khawarizmi. Nama terakhir ini adalah pelopor pertama penggunaan angka. Kemajuan serupa ada di matematika, ilmu pengetahuan alam, botani, farmasi dan ilmu bedah. Tak habis-habis lembaran ini jika mau meringkas pesatnya kemajuan Andalusia. Singkatnya pengetahuan modern bertumpu pada dasar penemuan Andalusia.
Salah satu ilmuwan besar yang menulis sejarah sekaligus ilmu Kedokteran adalah Ibn al-Khatib. Salah satu teorinya yang ditulis dan berpengaruh hingga saat ini adalah teori penularan. Gagasan abad ke -14 yang di Barat masih misteri. Barat masih beranggapan penyakit yang mewabah adalah sihir dan kutukan. Pengandaian yang dibantah oleh Ibn al-Khatib. Ia menulis:
Kepada orang yang berkata, ”Bagaimana kita bisa menerima kemungkinan penularan, sementara hukum agama menyangkalnya? Kami menjawab bahwa keberadaan penularan telah dibuktikan oleh sejumlah percobaan, penelitian, bukti-bukti inderawi, dan laporan-laporan terpecaya. Fakta-fakta ini menegaskan argumen yang nyata kebenaranya. Fakta penularan menjadi jelas bagi para peneliti yang memperhatikan bahwa seseorang yang menjalin kontak dengan seorang penderita akan menderita penyakit yang sama, sedangkan orang yang tidak menjalin kontak akan tetap sehat, dan bahwa penularan bisa terjadi lewat pakaian, gelas minum, dan anting-anting
Mohon diingat ini ditulis ketika masih abad 14. Saat fakultas kedokteran dan pengobatan alternatif belum menjamur seperti sekarang. Bukan teori penularan melainkan juga ilmu bedah. Ilmuwan yang bernama Khalaf ibn Abbas al-Zahrawi, menulis sebuah karya al-tashrif li Man ’Ajaz ’an al-Ta’lif (Pertolongan bagi Yang Merasa Kesulitan Memahami Risalah Besar) yang memperkenalkan dan menekankan ide-ide, seperti, membakar luka, menghancurkan batu dalam kandung kemih, serta kemestian vivisecton dan pembedahan. Tentu ilmu kedokteran berhutang besar pada karya ini.
Tidak itu saja, tetapi peninggalan paling berkesan dan berpengaruh ada di seni arsitektur. Tapak-kuda adalah arsitektur muslim-barat yang menjadi dasar bangunan-bangunan masjid maupun gereja. Juga yang fantastis adalah produksi tekstil dan pakaian mewah. Tenunan Spanyol yang merupakan peninggalan Andalusia dikonsumsi oleh bangunan gereja untuk menutupi patung para Santo. Sekaligus jubah kebesaran bangsawan Eropa berasal dari motif tenunan Andalusia. Namun yang tak kalah hebohnya adalah perkembangan seni musik. Model lirik Spanyol hingga hari ini menjadi dasar bagi musik pop daratan Eropa Barat. Malahan beberapa alat musik menjadi peninggalan terpenting saat ini. Rebab yang menjadi cikal bakal biola. Juga trompet kuno, tamborin, bahkan memperkenalkan gitar ke Eropa (bahasa arabnya qitarah, melalui bahasa Spanyol guitarra, asalnya dari bahasa Yunani) terompet (bahasa spanyolnya albaque, dari bahasa Arab al Buq) timbal (bahasa Spanyol atambal, dari bahasa Aranb al-thabl) dan kanoon (dari bahasa Arab qanun)
Mengapa ada kemajuan sehebat ini? Mengapa ada negeri yang begitu menjiplak utuh tatanan firdaus? Hingga seorang biarawati Hroswista mengungkapkan periode Andalusia sebagai ’Perhiasan Dunia’? apa yang membuat kemajuan dan kejayaan negeri yang begitu padat penduduknya dengan ilmuwan, budayawan dan tenaga medik unggulan?
Maria Rosa Menocal sang peneliti menyebut sebagai bertahanya kebaikan, atau toleransi yang produktif dan liberal. Jangan berprasangka dengan kata ini. Jawaban ini bukan kebetulan tapi melihat sejarah ’biografis’ pendiri awal dinasti ini. Abd Al Rahman datang dan menetap di Spanyol yang sudah dihuni oleh orang Yahudi, Kristen dan Islam. Ketiganya berbaur, saling menghormati dan menyerap budaya unggulan masing-masing. Perbauran ini bukan semata-mata taktik politik tapi jalan masuk akal meraih kemajuan. Dengan antusias dikembangkan iklim kebebasan intelektual dengan memacu gerakan terjemahan besar-besaran. Sudah barang tentu ada polemik, kesangsian dan kekuatiran. Tapi itu semua roboh di bawah kekuasaan yang memuliakan kebebasan dan jaminan politik terhadap tradisi berfikir bebas.
Dalam bahasa Philip K Hitti para pemikir muslim Andalusia selalu menyatakan kalau, Aristoteles dianggap benar, Plato juga, Al Quran juga benar; tapi kebenaran hanya satu. Karenanya, dibutuhkan pengembangan metodologis untuk menyelaraskan ketiganya dan tugas itu dibebankan pada ilmuwan muslim. Tradisi intelektual yang terbuka, toleran dan bersahabat ini yang mampu mengakhiri periode zaman kegelapan Eropa. Hutang budi masyarakat Eropa sangatlah besar pada Andalusia. Maria Rosa Menocal memberi gambaran:
..upaya masyarakat muslim selama dua abad untuk memahami dan mengadaptasi alam pikiran Yunani telah mengintegrasikan kembali pandangan dunia zaman klasik yang vital menjadi suatu kebudayaan yang hidup….karya-karya ilmuwan Andalusia mengandung visi dasar yang dapat dicirikan sebagai upaya pembelaan terhadap kebebasan manusia. Keduanya memusatkan pada paradoks-paradoks agar iman dan akal dapat berkembang dalam domainnya masing-masing. Bukan iman atau akal yang harus menempati posisi lebih tinggi satu sama lain (karena hal ini pasti akan bermuara pada penindasan yang satu atas yang lain), melainkan bahwa akal dan iman memililiki tempat kedudukanya sendiri yang tidak dapat diganggu gugat dan cukup luas di atas satu meja tempat keduanya secara bersama-sama dapat menikmati jamuan kebenaran…’ Sebuah kalimat yang meluncur dari seorang yang terpesona pada keagungan Andalusia. Ilham akan kebebasan dan kerakusan pada pengetahuan. Sesuatu yang kini mulai redup, hilang dan ditanggalkan. Jejak itu kian dipangkas oleh keinginan untuk kembali pada kemurnian dengan menutup semua jejak pengaruh kemajuan. Andalusia tumbang karena gerakan pemurnian itu. Pasukan Muslim sendiri yang merontokkan kekuasaan Andalusia. Pasukan fanatis yang menginginkan gagasan kasar tentang penghentian pembauran. Mereka melihat ada ’kekesatan’ pada dinasti yang berlimpah, maju dan berkuasa. Iklim sekuler dalam kehidupan intelektual Andalusia dinilai sebagai pengkhianatan. Mereka lebih memilih menegakkan kekuasaan tidak dengan pena melainkan pedang. Dinasti Murabitun yang pada awalnya adalah paguyuban militer mengembangkan kekuasaan dengan membuang jauh-jauh tradisi intelektual. Masa itulah buku karya Al Ghazali dibakar habis. Kaum Yahudi bukan dilindungi tapi dimusuhi. Malahan mereka menumbangkan banyak raja kecil Yahudi. Keadaan tanpa kendali dan intrik yang terjadi dimana-mana mempercepat akhir kekuasaan Andalusia.
Ujung kisah ini diakhiri dengan kemenangan total raja Kristen, Ferdinand yang menikahi Isabella. Berada di bawah pengaruh pendeta yang merupakan kepercayaan sang Ratu, Kardinal Ximenez de Cisneros, diawali periode pembersihan yang mengerikan. Granada menjadi kota tempat dikuburnya semua karya-karya Islam. Pembakaran buku jadi kegiatan utama. Dan pemaksaan orang masuk kristen jadi kebijakan pentingnya. Siapa yang menolak akan dihukum mati. Keadaan mengerikan yang berlangsung sejak abad ke -11. Tentu kemudahan hancurnya itu semua karena perpecahan internal, perebutan kekuasaan dan kerakusan antar penguasa Islam sendiri. Lonceng kematian setelah mereka mulai meneguhkan kembali fanatisme dan membuang jauh-jauh iklim toleransi, kebebasan dan penghormatan pada akal sehat.
Andalusia adalah kenangan agung. Mengajak kita untuk memahami betapa beratnya beban kebesaran. Kemajuan pengetahuan, budaya dan ekonomi tidak saja memerlukan kekebasan. Dibutuhkan kekuasaan yang menanggalkan etos fanastisme dan keinginan untuk menyingkirkan yang lain. Kombinasi fanatisme Islam yang diwakili oleh orang Berber dari Afrika Utara-yang kemudian jadi pendiri dinasti Murabitun-bersama dengan pasukan ’salib’ yang keji, tanpa toleransi membawa kepunahan Andalusia. Kekuasaan itu saja tak cukup. Disambung periode fanatisme yang menggebu. Yakni kehadiran kaum al Muwahid-yang meruntuhkan dinasti Murabitun dan sama fanatiknya-yang bersamaan dengan pengaruh Paus Innocent III yang menggunakan kebijakan tangan besi. Sempurna sudahlah fanatisme yang berbalut agama itu hadir. Pedang, agama dan orang tolol berkomplot bersama.
Andalusia memberi pelajaran penting. Kebebasan ternyata memiliki musuhnya sendiri. Andalusia membenarkan dalil kalau fanatisme bisa menyembul tiba-tiba dan meluap begitu saja. Jika fanatisme kemudian merangkul kekuasaan maka yang bubar pertama kali adalah kemajuan pengetahuan. Dasar pengetahuan dianggap tak berguna dan kebebasan dikatakan sebagai kemunduran iman. Kedua buku ini adalah jendela untuk mengingatkan pada kita betapa bahayanya fanatisme dan luar biasanya anugerah kebebasan. Sebuah pelajaran yang begitu besar jika tidak dihiraukan. Karena Andalusia seperti menghidupkan kembali firman Allah:
’kamu adalah sebaik-baik umat yang diketengahkan kepada sekalian manusia: (karena) kamu menganjurkan kebaikan dan mencegah kejahatan, lagi pula kamu beriman kepada Allah’(Qs Al Imran/ 3: 104)
Itulah ’cerita’ sekeping surga, Andalusia namanya!