Teroris menjadi masalah bersama semua negara di dunia termasuk Indonesia, tidak melihat apakah negara maju, berkembang, bahkan tertinggal sekalipun, tak ada yang luput dari ancaman terorisme. Bom bunuh diri yang terjadi di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur beberapa waktu lalu (24/5) seolah menjadi tanda bahwa masalah terorisme masih menjadi ancaman utama di negeri ini. Pelaku teror masih berkeliaran dimana-mana, bahkan kota besar sekelas Jakarta sekalipun. Seruan presiden Jokowi terhadap para pelaku teror bahwa “kami tidak takut masti”, tentu berdampak positif terhadap psikologi masyarakat Indonesia, namun itu sama sekali tidak cukup untuk menyelesaikan masalah terorisme.
Berangkat dari Doktrin
Menarik yang disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, bahwa bom bunuh diri berawal dari doktrin yang salah atas penafsiran terhadap ajaran agama. Inilah bedanya kejahatan terorisme dengan berbagai bentuk kejahatan yang lain. Jika kejahatan yang lain selain terorisme semisal pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, dan lain sebagainya disadari pelaku bahwa itu merupakan bentuk kejahatan sehingga pengenaan sanksi yang berat dapat berpengaruh pada efek jera pelaku, berbeda halnya dengan terorisme. Pelaku teror karena sebelumnya telah di doktrin bahwa apa yang ia lakukan merupakan perintah Tuhan, maka ia sama sekali tidak menganggap bahwa yang ia lakukan adalah sebagai kejahatan. Justru itu merupakan perbuatan mulia dan suci, sehingga seberat apapun hukuman yang diberikan bahkan mati sekalipun, mereka tidak akan takut, sebaliknya memang itu yang mereka harapkan atas iming-iming surga dengan berbagai bidadarinya.
Oleh karena itu, semakin negara bertindak refresif dengan mereka, justru akan menjadikan mereka semakin gencar melakukan serangan teror. Hal ini telah terbukti setidaknya di Indonesia, pasca bom bali yang menewaskan banyak orang, masalah terorisme terus terjadi sampai hari ini. Kita tentu memberikan apresiasi atas kinerja Tim Datasemen Khusus (Densus) 88 yang sejauh ini telah cukup berhasil menangkap gembong teroris. Namun apakah itu berhasil menyelesaikan masalah terorisme? Fakta menunjukkan tidak, rentetan bom bunuh diri yang terus terjadi menjadi isyarat bahwa tindakan refresif tidak membuahkan hasil yang signifikan.
Berakhir pada Doktrin
Tindakan refresif tentu masih tetap harus dipertahankan, sebagai bentuk perlindungan negara terhadap warga negara. Namun dalam kasus terorisme, itu tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya solusi ke depan. Jika pelaku terorisme memulai tindakannya atas doktrin yang ia terima, maka satu-satunya jalan untuk menyembuhkan sekaligus merekayasa agar tidak ada generasi lanjutan terorisme adalah juga dengan doktrin. Doktrin sebagaimana dimaksud mencakup dua bagian.
Pertama, adalah doktrin terhadap masyarakat secara lansung, baik yang telah terindikasi terlibat dalam sindikat terorisme dan paham radikal maupun terhadap masyarakat umum yang tidak terindikasi sama sekali. Langkah yang dilakukan oleh menteri agama untuk menertibkan substansi khutbah jum’at patut mendapatkan apresiasi, namun itu saja tidaklah cukup dengan wilayah yang begitu luas dan kuantitas masji yang mencapai puluhan ribu, pengawasan akan dangat sulit untuk dilakukan. Dalam konteks ini, pemerintah harus mencari cara lain agar doktrin-doktrin radikal atau semacamnya dapat diatasi. Cara yang mungkin dilakukan adalah dengan melibatkan perguruan tinggi. Perguruan Tinggi dalam konsepsi Tri Dharma Perguruan Tinggi memiliki tanggung jawab pengabdian kepada masyarakat secara lansung, oleh karena nya hal ini tidak terlalu sulit untuk dilakukan.
Kedua, untuk mencegah penyebaran terorisme sedini mungkin, maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melihat kembali kurikulum pendidikan agama, baik di sekolah-sekolah yang berlatar belakang Islam maupun umum. Selama ini, harus kita akui bahwa transformasi pengetahuan agama masih berangkat dari postulat bahwa agamaku lah yang paling benar, sedangkan yang lain salah, aneh, lucu, dan lain sebagainya. Model pembelajaran agama yang demikian mau tidak mau harus dihentikan, jika terorisme ingin hilangkan dari bumi Indonesia.