BERITA

Daftar Berita Pusat Studi HAM
Universitas Islam Indonesia

Untuk memastikan aksesibilitas dan inklusivitas pemasyarakatan bagi penyandang disabilitas, upaya penting yang perlu dilakukan adalah memastikan terjadinya adaptasi (atau pergeseran) pengetahuan terkait penyandang disabilitas, ragam, hambatan, dan etiket berinteraksi dengan penyandang disabilitas. Dengan demikian, kesadaran tentang akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas, baik dalam bentuk layanan maupun sarana prasarana, dapat dipenuhi termasuk di institusi pemasyarakatan.

Dalam konteks pemasyarakatan sendiri, seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan di Indonesia saat ini telah memiliki Unit Layanan Disabilitas (ULD). Artinya, adalah penting untuk memastikan agar setiap petugas yang menjalankan fungsi ULD memiliki pengetahuan yang akurat tentang penyandang disabilitas; mulai dari ragam, hambatan, etiket berinteraksi, hingga terkait pelayanan dan sarana prasarana sebagai wujud akomodasi yang layak di pemasyarakatan.

Salah satu cara untuk memastikan terjadinya adaptasi pengetahuan tersebut adalah dengan mekanisme training ULD. Pada tahun 2021-2022, Pusham UII telah melakukan training dimaksud di empat Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham), yaitu di Kanwil D.I.Yogyakarta, Kanwil Jawa Timur, Kanwil Jawa Tengah, dan Kanwil Lampung. Untuk memperluas cakupan training dan memastikan perbuahan terjadi secara lebih meluas, Pusham UII melakukan audiensi ke Kanwil Kemenkumham Sumatera Utara pada Jumat, 21 Oktober 2022. Audiensi ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan membangun kerja sama dengan Kanwil Kemenkumham Sumatera Utara untuk mendorong pemasyarakatan yang aksesibel dan inklusif melalui mekanisme training.

Kegiatan ini merupakan kerja sama antara Pusham UII – Direktorat Jendera Pemasyarakatan Kemenkumham RI – The Asia Foundation.

Penyediaan askomodasi yang layak di pengadilan bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum amat bergantung pada adaptasi pengetahuan para hakim terkait pengetahuan-pengetahuan terbaru tentang disabilitas. Adaptasi pengetahuan sendiri merujuk ke pergeseran pengetahuan dan kesadaran hakim. Dalam hal ini, salah satu faktor keberhasilan dalam proses adaptasi tersebut adalah pengembangan rencana pelatihan yang memadai bagi hakim-hakim di bawah Institusi Mahkamah Agung.

Untuk itu, Pusham UII melakukan konsinyering dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Mahkmah Agung untuk merumuskan Rancang Bangun Program Pelatihan dan Rancang Bangun Pembelajaran Mata Pelatihan tentang Peradilan yang Fair (Fair Trial) bagi Penyandang Disabilitas yang Berhadapan dengan Hukum bagi Hakim di Lingkungan Peradilan Umum di Seluruh Indonesia. Konsinyering ini dilakukan pada Jumat, 14 Oktober 2022, di Yogyakarta. Pertemuan ini dihadiri oleh tim Pusham UII, perwakilan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Mahkmah Agung, dan perwakilan pegiat isu disabilitas.

Kegiatan ini merupakan kerja sama Pusham UII – Diklat Hukum dan Peradilan MA – Australia-Indonesia Partership for Justice 2.

Pemasyarakatan menjadi suatu proses penting dalam penegakan hukum. Salah satu urgensinya ada pada fungsi reintegrasi sosial, bahwa institusi pemasyarakatan menjadi tempat pembinaan agar mereka yang terpidana dapat kembali dan diterima oleh masyarakat secara baik. Dalam konteks pembinaan itu sendiri, perlu diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah mengamanatkan secara spesifik agar pembinaan di pemasyarakatan harus didasarkan pada akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas, mulai dari aspek pelayanan hingga pemenuhan sarana prasarana.

Untuk ini, dalam dua tahun terakhir, Pusham UII bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia guna mendorong Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang aksesibel dan inklusif. Untuk memastikan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pemasyaraktan telah membentuk Tim Pendamping Implementasi Unit Layanan Disabilitas dan Pusham UII berperan sebagai pendamping dan teman diskusi bagi Tim tersebut. Pada Jumat, 14 Oktober 2022, Pusham UII melaksanakan FGD secara online dengan Tim dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, membahas kerja-kerja yang akan dilakukan Tim Pendamping kedepannya.

Kegiatan ini merupakan kerja sama Pusham UII – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham RI – The Asia Foundation.

Hak atas peradilan yang fair merupakan hak asasi manusia. Sesuai dengan naturnya, hak ini melekat secara setara pada diri setiap orang semata-mata karena kemanusiaannya, terlepas dari apakah seseorang itu merupakan penyandang disabilitas atau bukan. Untuk memastikan kesetaraan dan pemenuhan hak tersebut, satu dari upaya-upaya penting yang dapat dilakukan adalah mendorong adaptasi pengetahuan terkait hak asasi manusia dan disabilitas melalui mekanisme pendidikan di lembaga-lembaga penegak hukum, yaitu di Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia.

Untuk itu, Pusham UII menyelenggarakan diskusi terfokus secara online untuk pengembangan substansi kurikulum pembelajaran, silabus, dan metode evaluasi pendidikan bagi hakim di Mahkamah Agung, jaksa di Kejaksaan Agung, dan penyidik di Kepolisian Republik Indonesia. Secara berturut-turut, (1) diskusi terfokus bersama Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung dilakukan pada Senin, 12 September 2022, dihadiri tim Pusham UII, perwakilan dan tenaga pendidik di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung, dan perwakilan pegiat disabilitas; (2) diskusi terfokus bersama Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mahkamah Agung dilakukan pada Rabu, 14 September 2022, dihadiri tim Pusham UII, perwakilan dan tenaga pendidik di Pusdiklat Mahkamah Agung, dan perwakilan pegiat disabilitas; dan (3) diskusi terfokus bersama Diklat Reserse Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepolisian Republik Indonesia dilkaukan pada Senin, 10 Oktober 2022, dihadiri tim Pusham UII, perwakilan dan tenaga pendidik di Diklat Reserse Lemdiklat Polri, dan perwakilan pegiat disabilitas.

Diskusi terfokus ini menjadi bagian dari aktivitas Pusham UII dalam agenda reformasi peradilan di Indonesia untuk inklusivitas peradilan bagi penyandang disabilitas. Secara spesifik, diskusi terfokus ini merupakan tindak lanjut dari Workshop yang telah dilakukan sebelumnya bersama Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Repbulik Indonesia.

Kegiatan ini merupakan kerja sama Pusham UII – Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung – Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung – Diklat Reserse Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepolisian Republik Indonesia – Australia-Indonesia Partnership for Justice2.

Argumentasi

  1. Mekanisme penggantian Hakim Mahkamah Konstitusi seharusnya dilakukan secara transparan, partisipatif, objektif, dan akuntabel sesuai Pasal 19 dan Pasal 20 ayat (2) UU MK. Kewenangan DPR untuk memilih calon hakim MK bukanlah kewenangan mutlak yang tidak terikat pada asas dan norma perundang-undangan. Selain soal mekanisme pencalonan, terdapat norma tentang masa jabatan yang harus dihormati dan diikuti. Proses pemberhentian Prof. Aswanto dan pengangkatan Prof. Guntur Hamzah telah menciderai prinsip dan mekanisme pemilihan hakim MK dan oleh karenanya harus dinyatakan cacat hukum.
  2. Pengangkatan Prof. Guntur Hamzah menjadi Hakim MK tanpa melalui proses seleksi telah menghilangkan ruang bagi publik untuk memberikan masukan terkait rekam jejaknya dan publik tidak memiliki akses terhadap gagasan-gagasannya terkait masa depan kelembagaan MK. Pengangkatan tanpa seleksi juga menutup peluang dan kemungkinan warga negara lain yang memenuhi syarat untuk menjadi hakim MK. Tindakan demikian menciderai semangat untuk menjunjung tinggi kesamaan hak di depan hukum dan pemerintahan yang dijamin oleh konstitusi.
  3. MK adalah Lembaga Negara yang eksistensinya diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. MK bersifat independen, tidak ada hubungan, dan bukan merupakan bagian dari DPR. Argumentasi bahwa hakim MK harus mewakili kepentingan lembaga pengusul, dalam hal ini DPR, adalah argumentasi yang keliru bahkan sesat.
  4. Sesuai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa setiap Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan (termasuk DPR dan Presiden) wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Keputusan dan Tindakan DPR mencopot Prof. Aswanto merupakan bentuk dan Tindakan yang melampaui kewenangan karena bertentangan dengan UU MK.

Tuntutan:

  1. DPR membatalkan pencopotan Prof. Aswanto sekaligus menganulir pengangkatan Prof. Guntur Hamzah menjadi Hakim Konstitusi.
  2. Jika DPR tetap bersikukuh dengan sikapnya, Presiden harus menganulir pengangkatan Prof. Guntur Hamzah dengan tidak menerbitkan/menolak mengeluarkan Keppres Pemberhentian Prof. Aswanto sebagai Hakim Konstitusi dan Keppres Pengangkatan Prof. Guntur Hamzah menjadi Hakim Konstitusi.
  3. Dalam jangka Panjang, masing-masing lembaga baik DPR, Pemerintah, dan MA perlu merumuskan model serta format seleksi Hakim Konstitusi sesuai prinsip transparan, partisipatif, objektif, dan akuntabel sesuai yang telah diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UU MK.

Saat ini, Indonesia telah memiliki banyak peraturan perundang-undangan spesifik tentang hak asasi manusia. Indonesia juga telah meratifikasi 9 dari 10 instrumen hukum internasional hak asasi manusia. Namun, substansi dari perundang-undangan itu masih belum sepenuhnya dioperasionalkan dalam praktik-praktik peradilan. Dalam kasus-kasus konkret, pendekatan berbasis hak asasi manusia masih belum secara kuat dan konsisten diterapkan terutama oleh hakim. Akibatnya, persitiwa hukum konkret seolah-olah terpisah dari tumbuh-kembang aspek hak asasi manusia. Padahal, hak asasi manusia amat dekat dengan setiap persitiwa yang terjadi di kehidupan manusia.

Untuk itu, Pusham UII, Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengadakan sebuah Worksop pada Sabtu, 1 Oktober 2022, di Yogyakarta. Workhsop ini mendiskusikan kerja-kerja bersama yang dapat dilakukan kedepannya dalam rangka melembagakan metode hukum tentang penerapan HAM di Indonesia, khususnya di bidang peradilan.

Kegiatan ini merupakan kerja sama Pusham UII – LeIP – YLBHI – Norwegian Centre for Human Rights.

id_IDID
Scroll to Top
Scroll to Top