SEMINAR DAN WORKSHOP KELOMPOK STRATEGIS “Eksistensi Milisi dan Memudarnya Tanggung Jawab Aktor Keamanan Negara”

Di era otoritarian, kita akan menyaksikan betapa kuatnya pemerintahan untuk mengatur dan mengendalikan segenap perilaku sosial. Seluruh komponen masyarakat dipastikan tunduk dan patuh pada otoritas pemerintah, dan siapa pun penentang dan melawan kebijakan, nasibnya pasti di berakhir di jeruji besi, dan atau bahkan dihilangkan atau dibunuh. Di era pemerintahan otoriter, tidak banyak orang berani, termasuk mereka yang tercatat sebagai kelompok milisi sipil.  Problemnya, di era otoriter, keberadaan milisi lebih banyak dibentuk dan di didik oleh kekuasaan untuk menjadi tangan kanan pengaman kekuasaan dari kritik kaum intelektual yang mendorong kehidupan yang demokrasi.
Salah satu contoh yang mengingatkan kita adalah rezim Soeharto. Di tengah kekuasaan yang begitu kuat, dan telah banyak korban pelanggaran HAM dan perilaku koruptif oleh negara, masyarakat sipil begitu massif hendak menjatuhkan rezim. Aparat dengan senjatanya memukul dan menembaki masyarakat. Karena begitu kuatnya desakan publik, di sana-sini terjadi kekacauan dan berdampak krisis moneter, Soeharto pun betul-betul jatuh. Saat-saat genting reformasi itu, pada tahun 1998 terbentuklah PAM Swakarsa yang dikomandani oleh kekuasaan, dan tugasnya adalah memukuli para demonstran, mementungi para aktifis dan mengamankan suasana agar rezim lama kembali terkonsolidasi.
Contoh nyata dari aksi milisi sipil juga adalah ketika ratusan massa menyatroni Komnas HAM karena hendak mengadili Jenderal Wiranto oleh KPP HAM di awal-awal era reformasi. Ratusan massa itu membawa golok, pedang, bambu runcing, dan menuntut Komnas HAM  agar dibubarkan. Mungkin, massa itu akan berdalih bahwa tindakan mereka adalah bagian dari hak kebebasan berpendapat, tapi aksi itu betul-betul mengarah pada ancaman dan tindakan kriminal, karena telah menggunakan perangkat senjata perang. Masalahnya, yang diancam adalah para anggota KPP HAM yang nota bene keberadaannya telah  dijamin oleh Undang-Undang untuk memeriksa dan menegakkan hukum.
Cerita di atas adalah sedikit potret bagaimana milisi terbentuk dan melakukan aksi-aksinya. Saat ini setelah beberapa tahun era reformasi berjalan, kisah tentang eksistensi milisi tidak jauh berbeda. Bahkan, saat ini keberadaan milisi lebih bervarian, lebih terorganisasi, dan melangsungkan aksi-aksinya secara sistematis. Dalam beberapa hal, keberadaan milisi bahkan lebih unggul dalam menjaga bisnis keamanan di banding dengan aparat keamanan yang dibiayai oleh negara. Para milisi itu tersebar mulai dari menggarap jasa penjagaan perusahaan, penjagaan café, penjagaan pasar, pengurusan area parker, sampai dengan penjagaan dan pemenangan partai politik. Dalam sebaran milisi itu, area yang sering terpotret adalah dalam problematika isu-isu agama, dimana para milisi sangat biasa dengan tindakan keras dan brutal terhadap kelompok agama dan atau kepercayaan yang dianggap berbeda dengan keyakinan mayoritas.
Banyak kasus yang memperliihatkan bagaimana praktek kekerasan, pembunuhan dan pengusiran yang dilakukan oleh kelompok milisi sipil terhadap kelompok masyarakat yang dianggap berbeda dengan mayoritas. Diantaranya  adalah kasus kekerasan dan pengusiran warga Syiah yang ada Sampang, kekerasan terhadap warga Ahmadiyah di Jawa Barat, pembunuhan dan pembakaran Tng Ayyub di Aceh, dan beberapa kasus lainnya. Dan hal terburuk dari fakta-fakta pelanggaran hukum itu adalah tiadanya penegakan hukum terhadap pelaku tindakan kriminal. Aksi pembunuhan, pemukulan, pengrusakan dan tindakan kriminal lainnya rata-rata tidak diproses secara tuntas oleh penegak hukum. Hingga muncul anggapan: penegakan hukum tidak ada bila pelaku kriminalnya adalah milisi.  

Adapun Tujuan dari workshop ini adalah:

  1. Mengetahui sejarah  milisi dan relasinya dengan kekuasaan
  2. mengetahui potret dan praktek milisi sipil
  3. Mengetahui kebijakan/tindakan  penegak hukum (Polri)  dalam menangani kasus yang melibatkan milisi sipil sebagai pelaku, dan dapat mengetahui faktor-faktor  yang menyebabkan   mandeknya proses hukum yang melibatkan milisi sipil sebagai pelaku
  4. Ingin mendengarkan cerita langsung, baik dari korban, pelaku dan atau penegak hukum terhadap kasus kekerasan yang melibatkan milis sipil.


Workshop diadakan pada Hari Selasa-Rabu, 3-4 September 2013. Bertempat di Hotel Santika Premiere Yogyakarta. Partisipan dari workshop ini berjumlah 25 orang yang berasal dari unsur NGO yang konsen pada advokasi, Ormas, perguruan tinggi, dan polisi.

id_IDID
Scroll to Top
Scroll to Top