Pemerintah Indonesia belum lama ini telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang ini mengamanatkan kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan pada banyak aspek pelayanan publik demi terpenuhinya hak-hak penyandang disabilitas. Pelayanan tersebut terkait pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dan juga di bidang pelayanan hukum. Pelayanan hukum ini terkait dengan terpenuhinya hak-hak hukum penyandang disabilitas seperti hak atas kewarganegaraan, hak untuk mendapatkan pelayanan akses perbankan dan juga hak atas peradilan yang fair bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, secara umum hambatan yang dihadapi penyandang disabilitas pada proses peradilan ada dua hal, yaitu hambatan fisik dan hambatan non fisik. Oleh karenanya, pengadilan harus mulai memenuhi aksesibilitas, baik fisik maupun non fisik, dalam rangka memenuhi hak-hak penyandang disabilitas pada proses peradilan. Aksesibilitas fisik berkaitan dengan kewajiban peradilan untuk memastikan bahwa sarana fisik seperti gedung pengadilan, ruang sidang, berkas acara pemeriksaan, surat dakwaan maupun tuntutan, aksesibel bagi penyandang disabilitas. Gedung bertingkat dengan lantai berundak yang tajam pastilah menyulitkan pengguna kursi roda untuk mengakses peradilan. Berkas dakwaan dan tuntutan dalam bentuk hard copy pasti akan menyulitkan bagi penyandang disabilitas netra untuk membacanya. Debat persidangan yang berbahasa rumit pasti akan menyulitkan penyandang disabilitas intelektual untuk memahami dakwaan atau tuntutan bagi mereka.
Sedangkan aksesibilitas non fisik terkait bekerjanya prosedur hukum yang dapat memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Hal ini terkait misalnya bagaimana orang tuli dan bisu dapat memberikan keterangan di pengadilan, bagaimana aparat penegak hukum berkomunikasi dengan mereka, dan juga bagaimana substansi hukum mampu memberikan jaminan atas kebutuhan spesifik mereka.
Berangkat dari beberapa alasan di atas, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) bekerjasama dengan Pusat Pendidikan dan Latihan Mahkamah Agung (PUSDIKLAT MA) akan menyelenggarakan workshop dalam rangka menyusun kurikulum pendidikan dan latihan bagi hakim-hakim di lingkungan Mahkamah Agung.
Kegiatan dilaksanakan di Grand Mercure Jakarta Harmoni. Pada hari Kamis hingga Jumat, 1-2 September 2016. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah:
- Berbagi pengetahuan tentang bagaimana pelayanan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas pada proses peradilan.
- Merumuskan materi-materi penting yang akan dijadikan kurikulum pendidikan dan pelatihan bagi hakim.