MENGADILI KEBASAN AKADEMIK

Kebebasan akademik merupakan instrumen yang sangat fundamental di dalam masyarakat perguruan tinggi dalam rangka memberi jalan bagi lahirnya pikiran-pikiran ilmiah dari kaum intelektual kampus yang kreatif dan produktif dengan gagasan-gagasan barunya. Pada tataran praktis, kebebasan akademik bukan saja menjadi ruang bagi intelektual kampus untuk mengembangkan keilmuannya, tetapi juga menjadi ruang terbuka untuk melakukan kritik sosial. Kritik sosial yang dilakukan oleh intelektual kampus, baik melalui penelitian maupun diskusi, tidaklah sama dengan kritik sosial pada umumnya, hal ini karena kritik sosial intelektual kampus tunduk pada standar-standar ilmiah. Namun, pandangan-pandangan ilmiah objektif yang lahir dari kebebasan akademik itu tidaklah berjalan mulus, bahkan pada orde pasca reformasi dewasa ini. Adakalanya temuan atau pandangan ilmiah yang lahir dari prinsip kebebasan akademik itu tidak sejalan atau bahkan berbenturan dengan kekuatan diluarnya sehingga kebebasan akademik menghadapi tekanan-tekanan dan ancaman-ancaman terutama apabila pandangan ilmiah itu bertentangan dengan pandangan dan keyakinan penguasa formal termasuk pada pendukungnya. Pada titik ini, relevansi kebebasan akademik dan kritik sosial, hampir selalu menjadi dua instrumen yang berlawanan (Moh. Mafud MD, 1999: 63).

Situasi yang terjadi di Yogyakarta terkait diskusi bertajuk “Meluruskan Persoalan Memberhentikan Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” oleh Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM, menggambarkan dinamika di atas. Diskusi ini terpaksa dibatalkan, karena panitia dan pembicara mendapatkan teror dari kelompok yang sudah dapat diduga siapa pelakunya. Ada pihak yang menganggap diskusi itu sebagai makar lalu menyebarkannya ke media sosial sehingga menjadi viral.

Banyak pihak yang menyayangkan fenomena ini, diskusi akademik dilingkungan kampus sebagai ruang belajar dan mengembangkan keilmiah sejatinya tidak bisa diintervensi oleh kekuatan lain diluar kampus. Bahkan, kampus sendiri pun tidak boleh mengintervensi ruang kebebasan itu. Harus diketahui, bahwa kebebasan akademik pada umumnya menyangkut dua wilayah perhatian: Pertama, kebebasan yang dimiliki oleh lembaga perguruan tinggi untuk melaksanakan fungsinya tanpa dicampuri oleh kekuasaan diluar; Kedua, Kebebasan seseorang di dalam universitas untuk belajar, mengajar, dan melaksanakan penelitian serta mengemukakan pendapatnya sehubungan dengan kegiatan tersebut tanpa ada pembatasan kecuali dari dirinya sendiri (Achmad Ichsan, 1985:53).

Kebebasan Akademik dan Kritik Sosial

Dari batasan proporsional tentang kebebasan akademik di atas, ditemukan relevansi atau kaitan antara kebebasan akademik dan kritik sosial. Di sini secara sederhana dapat dikatakan bahwa produk dari kebebasan akademik dapat berupa kritik sosial atau penilaian  tentang terjadinya kekurang beresan di dalam masyarakat maupun penyelenggaraan negara. Diskusi di atas misalnya, mungkin saja akan mengarah pada kritik terhadap kinerja pemerintah dalam menangani pandemi covid-19, atau bahkan terkait peluang pemberhentian presiden karena dianggap gagal mengatasi pandemi, sekalipun hampir tidak mungkin karena pemberhentian presiden ada perkara politik. Namun, batasan kebebasan akademik, hanya sampai pada ruang akademik saja, tidak ada kepentingan politik yang menungganginya, sehingga kekhawatiran berlebih apalagi menuding diskusi itu sebagai tindakan makar adalah juga sangat berlebihan. Harus ditegaskan bahwa dalam konteks kebebasan akademik, cara untuk menolak atau mengadili hasil penelitian dan pandangan akademik, bukanlah dengan melaporkannya kepada pihak kepolisian, bukan pula dengan membatalkan kegiatan apalagi melakukan teror, melainkan dengan membuat penelitian dan pandangan tandingan yang berseberangan, yang juga mengikuti standar-standar akademik. Dengan kata lain, hasil penelitian dan pandangan akademik tidak dapat diproses secara hukum, apapun hasil dari penelitian itu, yang dapat dilakukan adalah melakukan penelitian serupa yang berseberangan dengan penelitian awal.

Kebebasan akademik dapat dipandang sebagai sumber kritik sosial yang bermutu, karena darinya dapat diperoleh produk pemikiran yang rasional sebagai bahan yang memungkinkan sebuah kritik sosial lebih dapat diterima oleh masyarakat. Kebebasan akademik memungkinkan warga sivitas akademika kampus melakukan fungsi-fungsi akademisnya secara leluasa tanpa intervensi dari kekuatan luar haruslah mendapat jaminan agar darinya lahir kritik sosial yang rasional dan operasional. Jika jaminan akan kebebasan akademik itu tidak diberikan, maka kritik sosial yang lahir dari sana akan bermutu rendah. Oleh karena itu, penguasa, masyarakat, dan elemen lain sejatinya berterimakasih karena dengan kebebasan akademik, dunia kampus dapat memberikan respon dan kritik terhadap berbagai kebijakan namun tanpa disertai kepentingan lain, ia murni sebagai bentuk kepedulian terhadap negara dan masyarakat. Oleh karena itu, bagi negara dan masyarakat, kebebasan akademik bukanlah lawan, justeru adalah teman.

id_IDID
Scroll to Top
Scroll to Top