NEWS

Latest News by the Center for Human Rights
Studies of the Universitas Islam Indonesia

Pusham UII bermitra dengan Diklat Reserse Lemdiklat Polri dimulai pada tahun 2020. Kemitraan juga dilakukan dengan lembaga Badiklat Kejaksaan Agung, Diklat Kumdil Mahkamah Agung, dan Bareskrim Polri. Kerjasama program fokus pada penguatan kapasitas aparat penegak hukum terkait kebutuhan sistem peradilan yang fair bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Kerjasama telah melahirkan banyak produk pengetahuan dan kebijakan, antara lain modul pelatihan, buku saku, bahan ajar, pembuatan kurikulum, serta penyelenggaraan pelatihan bagi aparat penegak hukum tentang peradlan yang fair bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum.

Pelatihan penanganan disabilitas berhadapan dengan hukum dipandang penting karena negara Indonesia saat ini telah memiliki regulasi yang menjamin hak-hak penyandang disabilitas, salah satunya terkait dengan hak atas keadilan dan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum. Regulasi utamanya ialah UU No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Ratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, serta UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Di dalam dua regulasi ini, diatur secara spesifik terkait dengan hak-hak penyandang disabilitas di bidang hukum.

Undang-Undang Penyandang Disabilitas kemudian memandatkan aturan turunan di bidang hukum, yang kemudian disahkan lewat Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. Salah satu mandat penting Peraturan Pemerintah ini ialah hendaknya Lembaga penegak hukum dan Lembaga lain yang terkait proses peradilan harus membuat dan mengembangkan standar pemeriksaan penyandang disabilitas. Pada Pasal 12 ayat (2) dinyatakan bahwa standar pemeriksaan meliputi : (a) kualifikasi Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Petugas Kemasyarakatan; (b) fasilitas bangunan Gedung; dan (c) fasilitas pelayanan; (d) prosedur pemeriksaan. Dalam hal ini, khusus institusi Diklat Reserse Lemdiklat Polri penting untuk menyelenggarakan pelatihan secara berkesinambungan untuk melahirkan penyidik-penyidik yang memiliki kualifikasi dalam menangani penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum.

Sesuai perintah peraturan pemerintah di atas, sebagian institusi penegak hukum telah membuat aturan internal. Mahkamah Agung lewat Direktorat Jenderal Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum tentang Pedoman Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas di Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri; Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung tentang Standar Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas di Lingkungan Peradilan Agama; dan Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara tentang Pedoman Layanan Bagi Penyandang Disabilitas di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Sedanngkan di institusi kejaksaan telah mengesahkan Pedoman Kejaksaan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Akomodasi yang Layak dan Penanganan Perkara yang Aksesibel dan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. Di internal kepolisian, saat ini Bareskrim Polri sedang menyusun Rancangan Peraturan Bareskrim Polri tentangan Penanganan Disabilitas Berhadapan dengan Hukum.

Merujuk pada regulasi di atas, aturan yang menjamin pemenuhan hak atas peradilan yang fair bagi penyandang disabilitas sebenarnya telah cukup memadai, dan karena itu perlu ada sosialisasi dan pelatihan penguatan kapasitas bagi aparat penegak hukum sehingga harapaannya dapat mencetak para penegak hukum yang memiliki kualifikasi dalam menangani kasus penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum.  Berangkat dari kebutuhan tersebut, Pusham UII dengan beberapa mitra di institusi pendidikan, salah satunya Diklat Reserse Lemdiklat Polri hendak melangsungkan pelatihan bagi tenaga pendidik dan pelatih, sehingga kedepan institusi Diklat Reserse Lemdidklat Polri dapat melangsungkan pelatihan secara internal dan dapat mencetak para penyidik yang memiliki kualifikasi dalam menangani kasus disabilitas berhadapan dengan hukum.

Activities Pendidikan dan Pelatihan tentang Peradilan yang Fair Bagi Penyandang Disabilitas Berhadapan Hukum di Diklat Reserse Lemdiklat Polri akan berlangsung pada tanggal 12-13 Agustus 2024 bertempat di Green Peak Artotel Curated Hotel, Bogor. Pelatihan akan dilangsungkan 2 (hari) hari yang dilakukan dengan metode fasilitasi, diskusi kelompok, presentasi, role play, dan simulasi moot court penanganan kasus penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum. Peserta Pendidikan dan pelatihan adalah tenaga pendidik atau pelatih di lembaga Diklat Reserse Lemdiklat Polri. Pemateri dari penyandang disabilitas dan pegiat disabilitas dan diutamakan yang memiliki perspektif gender. Sedangkan fasilitator ialah tenaga pendidik di Diklat Reserse Lemdiklat Polri yang sebelumnya telah mengikuti Training of Trainer Penguatan Kapasitas Aparat Penegak Hukum terkait Peradilan yang Fair Bagi Penyandang Disabilitas yang diselenggarakan Pusham UII. Pelatihan juga akan dibantu oleh tim asisten fasilitator. Acara ini diselengarakan atas kerjasama Pusham UII dengan Diklat Reserse Lemdiklat Polri dan di dukung oleh AIPJ2.

Adapun tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah:

  1. Penguatan kapasitas Tenaga Pendidik atau Pelatih di Diklat Reserse Lemdiklat Polri tentang peradilan yang fair bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum
  2. Penguatan kapasitas Tenaga Pendidik atau Pelatih di Diklat Reserse Lemdiklat Polri dalam memahami materi disabilitas, cara berinteraksi, serta kebutuhan pemenuhan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan
  3. Penguatan kapasitas Tenaga Pendidik atau Pelatih di Diklat Reserse Lemdiklat Polri dalam memahami peraturan-peraturan yang terkait penanganan penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum

Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) menyampaikan seruan kepada komunitas internasional di tengah meningkatnya kekerasan di Jalur Gaza. Selama 76 tahun, Palestina telah berada di bawah pendudukan Israel. Operasi militer di Rafah pada Mei 2024 memperparah penderitaan warga sipil Palestina. Dalam konteks yang disebutkan terakhir, Pusham UII dengan tegas mengutuk tindakan-tindakan yang mengancam kesejahteraan dan keselamatan mereka atas dasar penikmatan hak asasi manusia.

Pusham UII prihatin dengan serangan-serangan yang menargetkan area Rafah di Gaza serta serangan yang mendahului atau pascaRafah, yang memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah kritis. Kampanye militer yang terus berlanjut di Jalur Gaza menyoroti kebutuhan mendesak akan penyelesaian damai dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta hukum internasional.

Pusham UII berdiri dalam solidaritas dengan Palestina dan mendukung hak mereka untuk hidup dalam keamanan dan kedamaian. Kami mendesak Israel untuk mematuhi putusan Mahkamah Internasional (ICJ’s order), terutama keputusan tertanggal 24 Mei 2024, terkait the Application of the Convention on the Prevention and Punishment of Genocide. Keputusan ini menekankan keseriusan situasi dan kebutuhan mendesak bagi Israel untuk menghormati hak asasi manusia dari warga Palestina serta hukum hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional.

Pusham UII mengajak setiap orang dan komunitas internasional untuk menyerukan kepada Israel agar segera menghentikan semua tindakan militer yang dapat membahayakan populasi sipil di Gaza dan mematuhi keputusan yang mengikat dari pengadilan. Pusham UII percaya bahwa akuntabilitas dan kepatuhan terhadap supremasi hukum sangat penting untuk menjamin perlindungan nyawa dan kehidupan sipil. 

Pusham UII juga menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan berupa bantuan militer maupun makanan dan obat-obatan. Kami juga menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk mengambil langkah konkret guna mengakhiri perang dengan menekan pemerintah Israel untuk menghentikan serangan kepada populasi sipil.

Pusham UII menegaskan kembali dukungannya untuk perjuangan rakyat Palestina dan pengejaran keadilan melalui jalur hukum dan diplomasi. Penghormatan terhadap keadilan dan instrumen hak asasi manusia internasional tetap menjadi dasar untuk mencapai perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut.

Yogyakarta, 5 Juni 2024

PUSHAM UII

Akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas menjadi salah satu isu sentral dalam penyelenggaraan pemasyarakatan. Pentingnya akomodasi yang layak, baik dalam bentuk pelayanan maupun sarana dan prasarana, berada dalam konteks lembaga pemasyarakatan yang inklusif, sehingga penyelenggaraannya mampu menghormati dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas dalam ruang-ruang keadilan. Kegagalan negara dalam memenuhi akomodasi yang layak akan mengakibatkan diskriminasi dan berujung pada pelanggaran hak asasi manusia terutama bagi penyandang disabilitas dalam mengkases pemasyarakatan.

Pada 27-29 Mei 2024, Pusham UII menyelenggarakan Training of Trainers (TOT) bagi pengajar pada Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia. Diselenggarakan di Jakarta, TOT ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman staff Ditjen Pemasyarakatan tentang isu akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dan membentuk tim fasilitator/pengajar materi akomodasi yang layak pada Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan.

Dalam TOT yang didukung oleh The Asia Foundation dan Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) ini, para peserta mendiskusikan isu hak asasi manusia dan penyandang disabilitas, perkembangan teori tentang hak bagi penyandang disabilitas, etiket berinteraksi dengan penyandang disabilitas, hingga pemenuhan akomodasi yang layak dalam penyelenggaraan pemasyarakatan. Pada akhir sesi, para peserta juga merumuskan rencana tindak lanjut dalam mengembangkan dan meningkatkan penyediaan akomodasi yang layak di Ditjen Pemasyarakatan, baik ndalam hal pelayanan maupun sarana dan prasarana.

Foto 1: foto bersama peserta didik.

Dalam mengadili suatu perkara, hakim berkewajiban untuk memastikan agar proses peradilan dan putusannya fair. Salah satu caranya adalah dengan memastikan, pertama, proses peradilan dijalankan dengan menghormati dan memenuhi hak atas peradilan yang fair bagi setiap orang dan, kedua, putusan pengadilan dikonstruksi berdasarkan pengetahuan tentang hak setiap orang atas keadilan.

Dalam kasus-kasus yang melibatkan penyandang disabilitas (baca: penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum), hakim berkewajiban untuk memastikan agar proses peradilan dijalankan dengan menghormati keragaman yang melekat pada diri setiap individu termasuk dalam konteks kedisabilitasan. Hakim juga berkewajiban untuk memastikan agar proses peradilan memenuhi standar universal tentang inklusivitas. Kewajiban lain yang tidak kalah penting adalah untuk memastikan agar hakim mampu mengonstruksi putusannya berdasarkan pengetahuan termutakhir tentang, antara lain, hak asasi manusia dan penyandang disabiltas.

Foto 2: Sesi mengenal penyandang disabilitas mental.

Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) bersama Badan Strategi Kebijakan Diklat Hukum & Peradilan Mahkamah Agung dengan didukung Australia-Indonesia Partnership for Justice (AIPJ 2) melaksanakan pendidikan dan pelatihan tentang peradilan yang fair bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum kepada Hakim-hakim yang mendidik di Badan Strategi Kebijakan Diklat (BSKD) Hukum & Peradilan Mahkamah Agung di Hotel Santika, Bogor, pada Selasa – Kamis, 14 – 16 Mei 2024. Pendidikan dan pelatihan ini dihadiri oleh Kepala Badan Strategi Kebijakan Diklat Hukum & Peradilan Mahkamah Agung, Bapak Bambang Hery Mulyono, S.H., M.H., Kepala Pusdiklat Teknis Peradilan Mahkamah Agung, Bapak Syamsul Arief, S.H., M.H., Perwakilan Department of Foreign Affairs and Trade Australia, Mrs. Emma Blanch, dan Kepala Pusham UII, Bapak Eko Riyadi, S.H., M.H.

Bapak Bambang Hery Mulyono dalam sambutannya menjelaskan bahwa peradilan yang fair adalah peradilan yang menyetarakan setiap orang berdasarkan harkat dan martabatnya untuk mendapatkan keadilan, meliputi kebijakan untuk meningkatkan aksesibilitas pengadilan, pembaruan sistem layanan pengadilan bagi penyandang disabilitas, dan peningkatan kapasitas Hakim untuk menangani perkara penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum. Dilanjutkan Mrs. Emma Blanch, ia menyebut bahwa isu peradilan yang fair bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum telah menjadi perhatian Kedutaan Besar Australia di Indonesia. Kemudian, Bapak Eko Riyadi menjelaskan bahwa proses pendidikan dan pelatihan bagi hakim merupakan bagian dari kerja sama untuk meningkatkan kapasitas hakim dalam menangani perkara penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Pusham UII bersama BSKD Hukum & Peradilan Mahkamah Agung telah membuat modul, bahan ajar, dan buku saku yang bisa digunakan untuk memahami isu penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.

Foto 3: Sesi pengenalan dunia tuli dan etiket berinteraksinya.

Para peserta Diklat didampingi oleh fasilitator dari BSKD Hukum & Peradilan Mahkamah Agung, Pusham UII, pegiat disabilitas, dan aktivis penyandang disabilitas yang terdiri dari perempuan, laki-laki, dan penyandang disabilitas mental dan penyandang disabilitas tuli. Dalam proses ini, para peserta mendalami materi-materi yang berkaitan dengan pengetahuan tentang hak asasi manusia, penyandang disabilitas, dan pengadilan, mulai dari teori, ragam, dan hambatan penyandang disabilitas; etiket berinteraksi dengan penyandang disabilitas; hingga akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan.

Foto 4: salah satu peserta sedang bermain peran dalam mengakses peradilan.

Kegiatan pendidikan dan pelatihan ini ditutup oleh Bapak Syamsul Arief, S.H., M.H selaku Kepala Pusdiklat Teknis Peradilan Mahkamah Agung dan Bapak Eko Riyadi, S.H., M.H selaku Kepala Pusham UII. Bapak Syamsul Arief menyampaikan, para hakim yang mengikuti pendidikan dan pelatihan dapat mentransfer pengetahuannya kepada para hakim lainnya dan mengaplikasikan pengetahuan dan pengalamannya dalam peradilan. Eko Riyadi menyampaikan, adalah penting bagi para hakim untuk terus mengikuti perkembangan isu penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum sehingga sumber daya manusia di Mahkamah Agung selalu tercukupi dalam menangani perkara penyandang disabililitas yang berhadapan dengan hukum.

Foto 5: Sesi penjelasan mengenai Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas di bidang pelayanan.

Foto bersama

Peradilan yang fair merupakan salah satu hak asasi manusia yang diakui dalam hukum HAM interasional, regional, dan nasional. Pentingnya hak atas peradilan yang fair berada dalam konteks seorang tersangka yang akan dibatasi penikmatan hak-haknya akibat dari penjatuhan putusan pengadilan, dan seorang korban yang hendak dipulihkan hak-haknya melalui suatu mekanisme hukum. Maka dari itu, setiap perangkat negara berkewajiban untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi hak atas peradilan yang fair.

Jaksa merupakan salah satu perangkat negara, khususnya dalam penegakan hukum. Institusi kejaksaan berkewajiban untuk memastikan agar setiap aparaturnya mampu menghormati, memenuhi, dan melindungi hak atas peradilan yang fair. Kewajiban ini juga perlu direalisasikan setiap jaksa dalam proses peradilan yang melibatkan penyandang disabilitas.

Upaya penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan hak atas peradilan yang fair bagi penyandang disabilitas dapat dimajukan, antara lain, melalui jalur pendidikan. Dalam hal ini, mekanisme pendidikan akan menghadirkan perspektif dan kesadaran baru bagi para jaksa dalam melaksanakan tugas penegakan hukumnya.

Sambutan oleh Ka Badan Diklat Kejaksaan & Kepala Pusham UII

Dengan dukungan dari Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2), Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) bekerja sama dengan Badan Diklat Kejaksaan Republik Indonesia untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan tentang peradilan yang fair bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum bagi Jaksa Pendidik di Badiklat Kejaksaan (Pendidikan dan Pelatihan). Kegiatan yang diselenggarakan di Hotel Grandhika, Jakarta, pada Senin – Rabu, 6 – 8 Mei 2024, ini dibuka oleh Kepala Badan Diklat Kejaksaan, Dr. Tony Tribagus Spontana, S.H., M.Hum dan Kepala Pusham UII, Eko Riyadi, S.H., M.H. Dalam sambutannya, Tony T. Spontana menekankan tiga komponen penting bagi Jaksa yaitu peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan penjagaan sikap dan perilaku, termasuk mengenai hak-hak penyandang disabilitas. Dalam konteks inilah para peserta pelatihan perlu mengikuti Pendidikan dan Pelatihan. Di samping itu, Eko Riyadi menekankan proses pendidikan dan pelatihan sebagai pintu pembuka bagi para Jaksa untuk memahami penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Dalam kerja sama ini, Pusham UII dan Badan Diklat Kejaksaan telah membuat modul, bahan ajar, dan buku saku untuk membantu para Jaksa memahami dan menangani perkara yang melibatkan penyandang disabilitas

Foto: Narasumber, Adhi Kusumo Bharoto, sedang menjelaskan etiket berinteraksi dengan teman

Para peserta Pendidikan dan Pelatihan didampingi oleh fasilitator dari Badan Diklat Kejaksaan, Pusham UII, pegiat disabilitas, dan aktivis penyandang disabilitas yang terdiri dari perempuan, laki-laki, dan penyandang disabilitas mental, penyandang disabilitas daksa, dan penyandang disabilitas tuli. Dalam proses Pendidikan dan Pelatihan, para peserta mendalami materi tentang hak asasi manusia dan penyandang disabilitas: mulai dari pengertian, teori, ragam, hambatan, etikat berinteraksi, hingga akomodasi yang layak dalam proses peradilan. Para peserta juga difasilitasi untuk menegakkan Kode Etik Jaksa saat menangani perkara yang melibatkan penyandang disabilitas. Di akhir kegiatan, para peserta melaksanakan moot court atau peradilan semu untuk mempraktikkan proses beracara yang melibatkan penyandang disabilitas di pengadilan.

Kegiatan ini ditutup oleh Dian Fris Nalle, S.H., M.H selaku Kabid Penyelenggaraan Pusdiklat Teknis Fungsional Badan Diklat Kejaksaan, yang mewakili Kadiklat Kejaksaan, dan M. Syafi’ie, S.H., M.H yang mewakili Kepala Pusham UII. Fris Nalle menyampaikan bahwa para Jaksa yang mengikuti Pendidikan dan Pelatihan diharapkan dapat mengaplikasikan ilmunya pada pelayanan di Kejaksaan. M. Syafi’ie menyampaikan bahwa para peserta diharapkan dapat membagikan ilmu yang didapatkan ke para Jaksa dan calon Jaksa di Badiklat Kejaksaan.

Foto bersama para peserta Pendidikan dan Pelatihan

Peserta Pendidikan dan Pelatihan melaksanakan moot court

en_GBEN
Scroll to Top
Scroll to Top