ADVOCACY

Advocacy is one of our foundational approaches to program implementation at the Center for Human Rights Studies of the Universitas Islam Indonesia alongside Education and Research. To advance the human rights situation in Indonesia, we conduct advocacies for policies and the development of mechanisms for policy implementation. All of our advocacy efforts are research-based, ensuring the use of sufficient and strong data.

To date, the Center for Human Rights Studies of the Universitas Islam Indonesia has applied the advocacy approach in various programs. Among them are; Advocacy for the institutionalization of the Disability Service Unit (ULD) at the Correctional Technical Implementation Unit (UPT) in Indonesia; advocacy for a fair trial for people with disabilities in educational institutions at the Police Department, Attorney General Office, and Supreme Court; advocacy for the formulation of Youth Across Religions Forum, and various policy advocacy at the local and national level.

Advocacy Approach

Peristiwa intoleransi kembali mencederai nilai-nilai kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Pada Minggu, 27 Juli 2025, rumah doa jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah Padang menjadi sasaran pembubaran dan perusakan oleh sekelompok massa di Kota Padang, Sumatera Barat. Kejadian ini menimbulkan dampak fisik dan psikis bagi para jemaat, termasuk anak-anak yang turut menjadi korban.

Sebagai bentuk respons atas insiden tersebut, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) menyampaikan pernyataan resmi yang menyoroti tanggung jawab Pemerintah Kota Padang dalam melindungi kebebasan beragama, serta menyerukan langkah konkret untuk penegakan hukum, pemulihan korban, dan pencegahan kekerasan serupa di masa mendatang.

Berikut ini adalah rilis media lengkap dari Pusham UII.

Download RILIS MEDIA (PDF)

Rilis Media Kajian PUSHAM UII

LANGKAH AWAL YANG SURAM: Performa Hak Asasi Manusia dalam Peraturan Perundang-Undangan Pemerintahan Prabowo-Gibran pada 100 Hari Pertama

Yogyakarta, 30 Januari 2025 – Pada 28 Januari 2025, pemerintahan Prabowo-Gibran genap berusia 100 hari. Dalam 100 hari pertama ini, pemerintahan Prabowo-Gibran telah mengesahkan 155 peraturan perundang-undangan. Namun, pada periode yang sama, belum terlihat keseriusannya dalam mengurusi bidang hak asasi manusia. Hal ini meletakkan dasar bagi PUSHAM UII untuk menilai dan mengevaluasi performa hak asasi manusia dalam peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran. Di tengah ramainya pemantauan yang dilakukan masyarakat sipil untuk pemerintahan Prabowo-Gibran pada 100 hari pertama, riset ini berkontribusi untuk mengisi kekosongan penjelasan terstruktur untuk konteks peraturan perundang-undangan dan hak asasi manusia.

Penilaian PUSHAM UII menunjukkan bahwa skor indikator untuk performa hak asasi manusia dalam peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran hanya berkisar 0,1 dari skala 0-1, menandakan orientasi hak asasi manusia yang sangat lemah dari peraturan perundang-undangan yang disahkan dalam 100 hari pertama. Peraturan perundang-undangan pada 100 hari pertama juga ditemukan tertutup pada keberadaan hukum hak asasi manusia.

Menurut Heronimus Heron sebagai peneliti PUSHAM UII, terdapat dua alasan yang membuat kajian ini relevan. “Pertama, Presiden Prabowo saat pelantikan pada 20 Oktober 2024 tidak menyebutkan satu kata pun tentang hak asasi manusia. Kedua, performa hak asasi manusia Indonesia dinilai menurun selama tiga tahun terakhir.”

Menurut Sahid Hadi sebagai peneliti PUSHAM UII, “peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki orientasi hak asasi manusia yang sangat lemah.” Ia menambahkan, “dari segi performa hak asasi manusia, peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran memperlakukan hak asasi manusia sebagai elemen minoritas. Tentu saja, ini bukan merupakan langkah yang baik untuk masa depan hak asasi manusia di Indonesia.”

Heronimus Heron menambahkan, “pengakuan hak-hak masyarakat adat dalam undang-undang penetapan provinsi, kabupaten, dan kota tidak berbasis pada kepemilikan hak masyarakat adat”. Selanjutnya, “penggunaan frasa ‘Melindungi Segenap Bangsa Indonesia dan Tumpah Daerah Indonesia dan Memajukan Kesejahteraan Umum’ hanyalah sebuah klise.”

Menurut Vania Lutfi Safira Erlangga sebagai peneliti PUSHAM UII, “terdapat juga pernyataan eksplisit tentang pembangunan yang dilakukan secara berkelanjutan dalam undang-undang tentang penetapan kabupaten dan kota. Namun, penggunaan istilah keberlanjutan seringkali digunakan oleh Pemerintah untuk menguntungkan kepentingan sesaat yang seringkali mengorbankan keberlanjutan pemenuhan kebutuhan masa sekarang dan keberlanjutan lingkungan hidup di masa depan.”

Sahid Hadi menambahkan, “peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran juga memungkinkan terjadinya eksklusi bidang hak asasi manusia dari bidang-bidang lain seperti investasi dan bisnis, perdagangan, kehutanan, dan lain-lain. Padahal, hak asasi manusia seharusnya menjadi jiwa dan pemandu di segala bidang dalam urusan pemerintahan, termasuk pemerintahan Prabowo-Gibran.”

Sahid Hadi melanjutkan, “pemerintahan Prabowo-Gibran perlu memperbaiki cara memperlakukan hak asasi manusia dalam peraturan perundang-undangan yang dihasilkan, yaitu dengan menginkorporasikan hak asasi manusia dan hukum hak asasi manusia secara formal dan eksplisit di setiap unsur peraturan perundang-undangan.”

Kajian selengkapnya dapat diunduh sebagai berikut:

  1. Ringkasan Laporan (PDF)
  2. Langkah Awal yang Suram (PDF)

 

Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) menyampaikan seruan kepada komunitas internasional di tengah meningkatnya kekerasan di Jalur Gaza. Selama 76 tahun, Palestina telah berada di bawah pendudukan Israel. Operasi militer di Rafah pada Mei 2024 memperparah penderitaan warga sipil Palestina. Dalam konteks yang disebutkan terakhir, Pusham UII dengan tegas mengutuk tindakan-tindakan yang mengancam kesejahteraan dan keselamatan mereka atas dasar penikmatan hak asasi manusia.

Pusham UII prihatin dengan serangan-serangan yang menargetkan area Rafah di Gaza serta serangan yang mendahului atau pascaRafah, yang memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah kritis. Kampanye militer yang terus berlanjut di Jalur Gaza menyoroti kebutuhan mendesak akan penyelesaian damai dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta hukum internasional.

Pusham UII berdiri dalam solidaritas dengan Palestina dan mendukung hak mereka untuk hidup dalam keamanan dan kedamaian. Kami mendesak Israel untuk mematuhi putusan Mahkamah Internasional (ICJ’s order), terutama keputusan tertanggal 24 Mei 2024, terkait the Application of the Convention on the Prevention and Punishment of Genocide. Keputusan ini menekankan keseriusan situasi dan kebutuhan mendesak bagi Israel untuk menghormati hak asasi manusia dari warga Palestina serta hukum hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional.

Pusham UII mengajak setiap orang dan komunitas internasional untuk menyerukan kepada Israel agar segera menghentikan semua tindakan militer yang dapat membahayakan populasi sipil di Gaza dan mematuhi keputusan yang mengikat dari pengadilan. Pusham UII percaya bahwa akuntabilitas dan kepatuhan terhadap supremasi hukum sangat penting untuk menjamin perlindungan nyawa dan kehidupan sipil. 

Pusham UII juga menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan berupa bantuan militer maupun makanan dan obat-obatan. Kami juga menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk mengambil langkah konkret guna mengakhiri perang dengan menekan pemerintah Israel untuk menghentikan serangan kepada populasi sipil.

Pusham UII menegaskan kembali dukungannya untuk perjuangan rakyat Palestina dan pengejaran keadilan melalui jalur hukum dan diplomasi. Penghormatan terhadap keadilan dan instrumen hak asasi manusia internasional tetap menjadi dasar untuk mencapai perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut.

Yogyakarta, 5 Juni 2024

PUSHAM UII

en_GBEN
Scroll to Top
Scroll to Top