Rilis PUSHAM UII, PSHK FH UII, & DEPARTEMEN HTN FH UII, PK2P UMY, APHTN-HAN DIY

Argumentasi

  1. Mekanisme penggantian Hakim Mahkamah Konstitusi seharusnya dilakukan secara transparan, partisipatif, objektif, dan akuntabel sesuai Pasal 19 dan Pasal 20 ayat (2) UU MK. Kewenangan DPR untuk memilih calon hakim MK bukanlah kewenangan mutlak yang tidak terikat pada asas dan norma perundang-undangan. Selain soal mekanisme pencalonan, terdapat norma tentang masa jabatan yang harus dihormati dan diikuti. Proses pemberhentian Prof. Aswanto dan pengangkatan Prof. Guntur Hamzah telah menciderai prinsip dan mekanisme pemilihan hakim MK dan oleh karenanya harus dinyatakan cacat hukum.
  2. Pengangkatan Prof. Guntur Hamzah menjadi Hakim MK tanpa melalui proses seleksi telah menghilangkan ruang bagi publik untuk memberikan masukan terkait rekam jejaknya dan publik tidak memiliki akses terhadap gagasan-gagasannya terkait masa depan kelembagaan MK. Pengangkatan tanpa seleksi juga menutup peluang dan kemungkinan warga negara lain yang memenuhi syarat untuk menjadi hakim MK. Tindakan demikian menciderai semangat untuk menjunjung tinggi kesamaan hak di depan hukum dan pemerintahan yang dijamin oleh konstitusi.
  3. MK adalah Lembaga Negara yang eksistensinya diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. MK bersifat independen, tidak ada hubungan, dan bukan merupakan bagian dari DPR. Argumentasi bahwa hakim MK harus mewakili kepentingan lembaga pengusul, dalam hal ini DPR, adalah argumentasi yang keliru bahkan sesat.
  4. Sesuai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa setiap Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan (termasuk DPR dan Presiden) wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Keputusan dan Tindakan DPR mencopot Prof. Aswanto merupakan bentuk dan Tindakan yang melampaui kewenangan karena bertentangan dengan UU MK.

Tuntutan:

  1. DPR membatalkan pencopotan Prof. Aswanto sekaligus menganulir pengangkatan Prof. Guntur Hamzah menjadi Hakim Konstitusi.
  2. Jika DPR tetap bersikukuh dengan sikapnya, Presiden harus menganulir pengangkatan Prof. Guntur Hamzah dengan tidak menerbitkan/menolak mengeluarkan Keppres Pemberhentian Prof. Aswanto sebagai Hakim Konstitusi dan Keppres Pengangkatan Prof. Guntur Hamzah menjadi Hakim Konstitusi.
  3. Dalam jangka Panjang, masing-masing lembaga baik DPR, Pemerintah, dan MA perlu merumuskan model serta format seleksi Hakim Konstitusi sesuai prinsip transparan, partisipatif, objektif, dan akuntabel sesuai yang telah diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UU MK.
en_GBEN
Scroll to Top
Scroll to Top