Konflik bernuansa keagamaan yang kerap terjadi di Indonesia memang cenderung menggelisahkan. Tidak saja menjadi santapan pemburu berita semata, namun lebih dari itu. Muncul korban kekerasan, yang tak jarang malah menimbulkan kehilangan nyawa. Kondisi ini memicu persoalan yang lebih besar karena kemudian pelanggaran HAM terjadi. Entitas yang bertanggungjawab, dalam hal ini negara, sebenarnya menjadi penentu situasi ini.
Sebagai salah satu aparat pemerintah, Polisi boleh dikatakan menjadi aktor yang paling penting. Posisinya begitu strategis dalam ruang lingkup konflik bernuansa kegamaan ini. Pengamanan secara konvensional tidak lagi bisa dijadikan acuan dalam bertindak. Perlu pengetahuan khusus soal konflik bernuansa keagamaan, yang tak jarang melibatkan kepentingan lain.
Mereka yang dipersepsikan sebagai ‘korban’, yang di Indonesia biasanya dialami oleh minoritas, perlu dirangkul dan dilindungi. Polisi tidak bisa larut dalam kepentingan sesaat atau tunduk pada kepentingan mayoritas. Dalam konsep HAM, mereka yang menjadi ‘korban’ harus senantiasa mendapatkan tempat yang semestinya.
Modul ini hadir dalam rangka memberikan acuan dan fasilitasi bagi Kepolisian. Tentu saja dalam hubungannya dengan penanganan konflik bernuansa keagamaan. Modul ini juga disusun untuk menjadi jembatan antara teori dan praktek di lapangan. Berbagai jenis metodologi dipergunakan dalam modul ini. Mulai dari curah pendapat, study kasus, kesaksian para korban kekerasan, hingga praktek lapangan.
Sejatinya modul ini memang belum sempurna. Namun, setidaknya bisa memberikan pengetahuan kepada khalayak yang berkepentingan. Termasuk bagi Polisi yang memang langsung berhadapan dengan kondisi di lapangan.