Berbagai polemik seputar konflik antara negara Palestina dan Israel seolah tak berujung. Sedemikian besar pengaruh konflik ini, sehingga berbagai negara merasa berkepentingan untuk turut campur dalam pertikaian ini. Bahkan, beberapa kali Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mencoba tampil untuk menengahi persoalan tersebut. Namun, hal ini tak jua terselesaikan. Sebaliknya, konflik seolah semakin tak berujung dan Israel semakin sering melakukan penghancuran terhadap rumah-rumah milik warga Palestina. Berbagai protes dari negara lain ternyata tak diindahkan oleh Israel. Dengan dukungan dari negara adikuasa seperti Amerika Serikat, Inggris, Rusia, tentara Israel semakin tegas menancapkan kukunya di Palestina.
Penderitaan masyarakat Palestina memang patut mendapatkan simpati. Ketidakadilan yang mereka alami sangat kasat mata, namun, mengapa ini tak juga terselesaikan? Jika memang tidak segera diselesaikan, korban akan semakin bertambah banyak, terutama dari kalangan sipil warga Palestina. Selain itu, kebencian terhadap Israel akan semakin menjadi-jadi. Hal ini sangat dirasakan oleh anak-anak Palestina yang semenjak kecil sudah harus berurusan dengan kebengisan tentara Israel.
Secara tematis, buku dengan rujukan antar konflik Irael dan Palestina sudah ribuan jumlahnya. Meski begitu, hadirnya buku karya Haris Priyatna ini membawa referensi baru bagi kita yang peduli terhadap konflik ini. Dengan teliti, Haris melakukan studi literatur dan menemukan banyak sekali sisi lain dari konflik bersenjata ini. “Sisi lain” inilah yang ia hadirkan. Buku ini menghadirkan beberapa tokoh yang boleh dikatakan berada dalam ambiguitas. Mengapa bisa dikatakan demikian?
Haris menemukan kenyataan, bahwa tidak semua bangsa Yahudi setuju dengan pendudukan Israel di tanah Palestina. Mereka yang notabene memang lahir sebagai seoranng Yahudi, secara terang-terangan malah membela warga Palestina. Mereka terdiri atas berbagai macam profesi. Selain para rabbi dari agama Yahudi ortodoks, mereka juga terdiri atas berbagai ilmuwan, diantaranya adalah Noam Chomsky yang dikenal berkecimpung dalam ilmu budaya dan masyarakat. Selain itu terdapat pula Amira Haas, seorang jurnalis, Illan Pappe, ahli politik dan masih banyak lagi yang lain. Mereka tergerak hatinya untuk membela warga Palestina karena ketidakadilan yang mereka hadapi.
Meskipun alasan yang mereka kemukakan berbeda-beda, namun pada intinya mereka sama. Mereka menolak intervensi yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina. Para Rabbi Yahudi yang masih memegang teguh pada kitab Taurat, menyatakan bahwa apa yang dilakukan Israel merupakan sebuah bentuk bid’ah. Para Rabbi agama Yahudi ortodoks ini menyimpulkan bahwa bangsa Israel yang
mencoba menduduki wilayah Palestina tidak sabar dalam menjalani ketentuan Tuhan. Oleh karenanya mereka menolak dengan tegas tindakan yang tidak berprikemanusiaan ini. Mereka juga menyeru kepada umat Muslim di dunia, bahwa orang Yahudi sebenarnya tidak memusuhi Islam.
Antara Yahudi dan Islam tidak berbeda jauh karena sama-sama percaya pada satu Tuhan. Adapun yang dilakukan bangsa Israel merupakan tindakan yang sama sekali di luar akal sehat manusia. Dengan sikap tersebut, mereka menolak stigma bahwa yang menduduki Palestina adalah kaum Yahudi. Bangsa Yahudi yang benar tidak melakukan tindakan semena-mena seperti itu. Mereka menyebut bangsa Israel yang menduduki paksa wilayah Palestina sebagai Zionis. Rabbi Yahudi Ortodoks yang berseberangan dengan kebijakan Israel ini banyak tersebar di saentero dunia, termasuk di Inggris, Amerika bahkan di Israel sendiri.
Lain halnya dengan para jurnalis, sebutlah seorang wanita bernama Amira Haas. Perempuan Yahudi ini rela hidup bersama dengan warga Palestina di wilayah Gaza. Ia prihatin dengan apa yang menimpa rakyat Palestina, yang hampir tiap hari disuguhi oleh tindakan kekerasan. Sebagai seorang jurnalis, tulisannya banyak tersebar di koran-koran terkemukan di dunia. Selain dimuat di koran Turki, ia juga menulis kesaksian di koran The Independent, Inggris. Kebetulan The Independent mau memuat tulisan Amira Haas, karena koran ini memang dikenal beraliran liberal dan tidak terlalu sepaham dengan kekuasaan kerajaan Inggris. Kepedulian yang luar biasa terhadap rakyat Palestina membuat wartawati warga negara Israel ini mendapatkan berbagai kehormatan. Diantara penghargaan yang disematkan kepadanya adalah Press Freedom Hero dari International Press Institute pada tahun 2000, penghargaan HAM Bruno Kreisky pada 2002, hadiah UNESCO/Gullermo Cano World Press Freedom pada 2003, dan penghargaan pengukuhan dari Anna Lindh Memorial Fund pada tahun 2004.
Selain Amira Haas, ada pria bernama Illan Pappe. Ia adalah pemikir di bidang politik warga negara Israel yang juga bersimpati kepada perjuangan rakyat Palestina. Ia dikenal sebagai dosen senior di Haifa University. Keberaniannya untuk menyuarakan pemboikotan terhadap tindakan Israel di Palestina membuatnya diusir dari kampus. Telepon yang berisikan ancaman selalu mengusiknya tiap hari. Pandangannya memang dikenal dengan slogan anti Zionis. Ia sangat menentang pendudukan Israel ke wilayah Palestina. Pandangan awalnya yang menyebabkan ia dituduh penghianat bangsa Israel adalah saat ia mengungkapkan sebuah kebenaran.
Menurutnya, pada tahun 1948, tentara Israel melakukan pembantaian di Desa Tantura, yang menjadi wilayah Palestina. Pembantaian itu menyebabkan ribuan orang meninggal dan belum ada satu orang ahli sejarahpun yang melakukan penelitian terhadap pembantaian tersebut. Boleh dikatakan bahwa, ia merupakan orang pertama yang mengatakannya di depan publik. Pandangan awal inilah yang membuat ia menjadi bahan cemoohan dimana-mana dan dicap tidak nasionalis. Namun, ia bergeming. Pendiriannya tetap bahwa sepahit apapun sebuah realitas, harus diungkapkan di hadapan publik agar sejarah mencatatnya sebagai sebuah kebenaran.
Tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Noam Chomsky. Ia merupakan intelektual paling kontroversial sejagat. Kiprahnya sebagai aktivis dan kritikus dimulai ketika ia giat mencela perang Amerika di Vietnam pada tahun 60-an. Setelah Vietnam, ia merambah ke balahan dunia yang lain. Ia mengecam keterlibatan Amerika Serikat di Guatemala atau El Salvador. Konflik Timur Tengah juga menjadi bahan kajiannya. Meski dirinya orang Yahudi, ia adalah seorang yang paling konfrontatif mempersoalkan pencaplokan tanah Palestina oleh bangsa Israel.
Apa yang dilakukan oleh Noam Chomsky mendapat tantangan dari banyak pihak, terutama dari Amerika Serikat dan Israel. Bahkan, Presiden Richard Nixon kala itu, secara terang-terangan memasukkan Noam Chomsky pada “daftar hitam” musuh negara. Dialah satu-satunya aktivis dan kritikus kebijakan Amerika Serikat yang masuk dalam daftar tersebut. Selain itu, ia kerap diserang secara langsung oleh pejabat tinggi di negara Amerika.
Selain Noam Chomsky, ada pula nama Sara Roy. Sara Roy merupakan seorang ilmuwan peneliti di Center for Middle Eastern Studies di Harvard University. Terlatih sebagai seorang ahli ekonomi politik, Sara Roy telah bekerja di jalur Gaza dan Tepi Barat sejak tahun 1985. Ia melakukan riset berkaitan dengan pembangunan ekonomi, sosial dan politik jalur Gaza dan tentang bantuan asing Amerika Serikat kepada wilayah itu. Walaupun kajiannya tentang ekonomi, Sara Roy sangat tajam melakukan kritik terhadap Israel.
Sara Roy menulis secara luas tentang ekonomi Palestina, terutama di Gaza, dan telah mendokumentasikan perkembangannya selama tiga dekade yang lampau. Penelitian terbarunya, yang
didanai oleh John D. And Catherine T. MacArthur Foundation, mengkaji sektor-sektor sosial dan ekonomi dari pergerakan Islam Palestina dan hubungan mereka dengan lembaga-lembaga politik Islam, dan perubahan-perubahan kritis terhadap pergerakan Islam yang telah terjadi selama tujuh tahun terakhir ini.
Sara Roy mengatakan bahwa perusakan ekonomi Palestina di bawah pendudukan Israel melebihi yang dialami wilayah jajahan lainnya. Hal ini karena tujuan dasar Israel bukanlah sekedar mengeksploitasi, melainkan untuk mencabut hak milik bangsa Palestina, mengosongkan sebanyak mungkin bagian dari wilayah pendudukan untuk permukiman khusus Yahudi.* * *