NEWS
Latest News by the Center for Human Rights
Studies of the Universitas Islam Indonesia
Rabu-Kamis, 20-21 Juli 2022, PUSHAM UII bertemu Komisi Yudisial Republik Indonesia di Kantor KY. Pertemuan ini merupakan salah satu bentuk kerja sama PUSHAM UII dengan Komisi Yudisial. Dalam kegiatan ini, PUSHAM UII bekerja sama dengan Biro Pengawasan dan Perilaku Hakim Yudisial untuk mengevaluasi laporan hasil pemantauan untuk semester pertama pada 2022. Selain tim dari PUSHAM UII, kegiatan pertemuan dan kerja sama ini juga menghadirkan Kepala Biro Pengawasan dan Perilaku Hakim di KY, Kepala Bagian Pemantauan Perilaku Hakim, dan jajarannya.
- 20 July 2022
Senin, 18 Juli 2022, PUSHAM UII melakukan audiensi ke Kepolisian Republik Indonesia untuk mendorong terbentuknya Kelompok Kerja di internal Kepolisian guna mengawal pembentukan kebijakan Kepolisian tentang penyandang disabilitas dan perempuan. Kebijakan yang dimaksud menjadi penting sebagai salah satu langkah konkret untuk memastikan agar penyandang disabilitas dan perempuan memperoleh akomodasi yang layak sesuai dengan konteks dan kebutuhannya ketika harus berhadapan dengan hukum dan proses peradilan, terutama di tingkat Kepolisian. Kegiatan audiensi ini dilkukan di Kantor Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia.
- 20 July 2022
Selasa, 19 Juli 2022, Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bersama PUSHAM UII, The Asia Foundation, dan Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 bersama-sama meluncurkan fitur pendataan untuk peyandang disabilitas pada Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) di Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan. Fitur pendataan ini merupakan salah satu aspek penting untuk memastikan bahwa pemasyarakatan aksesibel dan inklusif bagi penyandang disabilitas. Peluncuran ini diselenggarakan di Kantor Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham.
Peluncuran fitur pendataan untuk penyandang disabilitas pada SDP merupakan salah satu buah dari kerja panjang advokasi pemasyarakatan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Harapannya, dengan adanya fitur pendataan untuk penyandang disabilitas, hal ini dapat menjadi permulaan dalam peningkatan layanan kepada tahanan dan warga binaan penyandang disabilitas.
Jakarta, INFO_PAS – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) luncurkan fitur Pendataan Penyandang Disabilitas (Fitur Disabilitas) pada Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan, Selasa (19/7). Fitur tersebut dapat digunakan untuk proses identifikasi, pencatatan, dan pelaporan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) penyandang disabilitas untuk menunjang pelayanan di UPT Pemasyarakatan. Dalam pengembangan fitur tersebut, Ditjenpas menggandeng Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII), Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2), dan The Asia Foundation (TAF).
“Setelah melalui serangkaian proses yang panjang sejak 2020, akhirnya hari ini fitur disabilitas dapat kita luncurkan. Pengembangan fitur tersebut merupakan bagian dari komitmen Ditjenpas untuk memberikan pelayanan yang raham disabilitas khususnya kepada tahanan dan WBP penyandang disabilitas dan umumnya kepada seluruh penyandang disabilitas. Terima kasih atas kerja sama dan dukungannya kepada PUSHAM UII, AIPJ2 dan TAF,” ungkap Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi, Muji Raharjo.
Menurutnya, pelayanan Pemasyarakatan yang ramah disabilitas bukan hanya menjadi kewajiban, tetapi juga merupakan prasyarat dalam pelayanan publik. Terlebih, lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak dalam Sistem Peradilan Pidana mendorong Pemasyarakatan untuk melakukan percepatan membangun sistem pelayanan publik yang ramah disabilitas.
Peningkatan jumlah penyandang disabilitas yang menjadi tahanan dan WBP dalam tiga tahun terakhir mendorong kesadaran pentingnya meningkatkan ketersediaan akomodasi dan kemampuan petugas Pemasyarakatan, dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan kaum disabilitas, dari sejak tahanan dan WBP masuk, menjalani pembinaan, hingga persiapan menjelang bebas.
“Lahirnya Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru memberikan landasan hukum yang semakin kuat untuk mewujudkannya, karena di undang-undang yang baru itu pemberian layanan bagi kelompok rentan diatur secara khusus dalam Pasal 62 ayat (2),” ujar Muji.
Muji juga berpesan kepada seluruh operator layanan kesehatan untuk segera memanfaatkan fitur tersebut. “Akomodasi yang layak, perawatan, dan pembinaan yang sesuai akan melahirkan pribadi tahanan dan WBP yang mandiri,” ungkapnya.
Sementara itu Direktur PUSHAM UII, Eko Riyadi, mengatakan bahwa peluncuran fitur disabilitas kali ini merupakan permulaan dalam peningkatan layanan kepada tahanan dan WBP penyandang disabilitas. “Mohon dukungan dari Ditjenpas, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta UPT PAS, karena pekerjaan baru dimulai dengan mengisi database yang ujungnya adalah data yang valid dan mudah diakses untuk mendukung persiapan penyusunan kebijakan, penganggaran, sumber daya manusia, dan sebagainya. Terima kasih telah mengajak kami berkontribusi dan berdiskusi,” ujar Eko.
Direktur TAF, M. Dody Kusadrianto, mengungkapkan masih terdapat tantangan dalam pelaksanaan dalam layanan penyandang disabilitas, terlebih sejak adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas (UU Disabilitas). Adanya fitur disabilitas pada SDP menjadi langkah Ditjenpas untuk lebih baik lagi dalam melaksanakan UU Disabilitas terhadap tahanan dan WBP yang harus mendapatkan pelayanan khusus.
“Ini adalah langkah awal. Kami dari TAF dan AIPJ2 berkomitmen untuk terus mendampingi. Semoga ke depannya SDP fitur disabilitas menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan, dilaksanakan dan dibuktikan bahwa langkah reformasi di Ditjenpas telah berjalan,” ujar Dody. (DZ/prv)
Sumber :
http://www.ditjenpas.go.id/ditjenpas-luncurkan-fitur-pendataan-penyandang-disabilitas-sdp
Rabu, 29 Juni 2022, PUSHAM UII melakukan audiensi ke Diklat Reserse Lemdiklat Kepolisian Republik Indonesia, Badiklat Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung. Kegiatan ini merupakan bagian dari keterlibatan PUSHAM UII dalam agenda reformasi peradilan di Indonesia, yaitu dengan mendorong inklusivitas peradilan bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum. Selain sebagai sarana untuk silaturahim dengan pimpinan dan pemangku kebijakan di masing-masing lembaga tersebut, PUSHAM UII juga menyampaikan rencana program yang telah disusun untuk beberapa tahun yang akan datang melalui kegiatan ini, khususnya terkait dengan isu hak asasi manusia, peradilan, dan disabilitas.
Kegiatan audiensi dilakukan secara offline di kantor Diklat Reserse Lemdiklat Kepolisian Republik Indonesia, Badiklat Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung. Selain tim dari PUSHAM UII, kegiatan ini turut menghadirkan perwakilan Kepala Diklat Reserse Lemdiklat Polri dan jajarannya, perwakilan-perwakilan Badiklat Kejaksaan Agung, dan Kepala Pusdiklat Mahkamah Agung Republik Indonesia serta pengajar-pengajar di Mahkamah Agung. Berdasarkan hasil audiensi ini, PUSHAM UII, Diklat Reserse Lemdiklat Kepolisian Republik Indonesia, Badiklat Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung saat ini memiliki komitmen yang sama untuk mendorong inklusivitas peradilan bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum yang salah satunya akan didorong melalui penyusunan kurikulum, silabus, dan buku saku bagi masing-masing lembaga tersebut.
PUSHAM UII menjadi narasumber dalam diskusi di Instagram Live Hukumonline bertajuk “Quo Vadis Hak Hukum Penyandang Disabilitas: Potret Pemenuhan Akomodasi yang Layak”, pada Kamis (23/6/2022).
PUSHAM UII diwakili oleh Eko Riyadi selaku Direktur Pusham UII dan Dosen FH UII, berdampingan dengan Erlangga Gaffar sebagai Vice Chairman Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA) dan Komite Hukum Indonesian Mining Association (IMA).
Eko Riyadi menerangkan bahwa bahwa akomodasi yang layak dimaknai sebagai adjustment atau penyesuaian layanan bagi penyandang disabilitas. Sebagian besar fasilitas publik di Indonesia didesain untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tidak memiliki hambatan.
Misalnya saja, dokumen peradilan dibuat dengan diketik dan dicetak di kertas. Fasilitas tangga juga dibuat untuk naik dan turun. Intinya, sebagian fasilitas publik didesain untuk mereka yang tidak memiliki hambatan.
Oleh karena itu UU, Penyandang Disabilitas memerintahkan dilakukan penyesuaian agar bisa diakses oleh mereka yang tidak memiliki hambatan pun yang punya hambatan.
Dalam diskusi tersebut, dibahas pula isu akomodasi bagi penyandang disabilitas di sektor koperasi yang tidak dapat dipisahkan dari PAsal 53 ayat (1) dan (2) UU Penyandang Disabilitas. Diterangkan bahwa institusi, baik pemerintah maupun daerah diwajibkan untuk mempekerjakan setidaknya 2% penyandang disabilitas dari total pegawai. Kemudian, untuk perusahaan swasta diwajibkan untuk mempekerjakan 1% penyandang disabilitas dari total jumlah pegawai.
Terkait hal itu, Erlangga Gaffar menerangkan bahwa masih banyak perusahaan yang belum paham atau aware dengan kewajiban 1 persen untuk swasta dan 2 persen untuk BUMN dan Pemerintahan. Simak liputan lengkapnya di sini. (Nadya HOL)
Tonton juga rekaman lengkapnya pada tautan ini.