NEWS

Latest News by the Center for Human Rights
Studies of the Universitas Islam Indonesia

Senin, 18 Juli 2022, PUSHAM UII melakukan audiensi ke Kepolisian Republik Indonesia untuk mendorong terbentuknya Kelompok Kerja di internal Kepolisian guna mengawal pembentukan kebijakan Kepolisian tentang penyandang disabilitas dan perempuan. Kebijakan yang dimaksud menjadi penting sebagai salah satu langkah konkret untuk memastikan agar penyandang disabilitas dan perempuan memperoleh akomodasi yang layak sesuai dengan konteks dan kebutuhannya ketika harus berhadapan dengan hukum dan proses peradilan, terutama di tingkat Kepolisian. Kegiatan audiensi ini dilkukan di Kantor Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia.

Selasa, 19 Juli 2022, Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bersama PUSHAM UII, The Asia Foundation, dan Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 bersama-sama meluncurkan fitur pendataan untuk peyandang disabilitas pada Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) di Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan. Fitur pendataan ini merupakan salah satu aspek penting untuk memastikan bahwa pemasyarakatan aksesibel dan inklusif bagi penyandang disabilitas. Peluncuran ini diselenggarakan di Kantor Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham.

Peluncuran fitur pendataan untuk penyandang disabilitas pada SDP merupakan salah satu buah dari kerja panjang advokasi pemasyarakatan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Harapannya, dengan adanya fitur pendataan untuk penyandang disabilitas, hal ini dapat menjadi permulaan dalam peningkatan layanan kepada tahanan dan warga binaan penyandang disabilitas.

Jakarta, INFO_PAS – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) luncurkan fitur Pendataan Penyandang Disabilitas (Fitur Disabilitas) pada Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan, Selasa (19/7). Fitur tersebut dapat digunakan untuk proses identifikasi, pencatatan, dan pelaporan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) penyandang disabilitas untuk menunjang pelayanan di UPT Pemasyarakatan. Dalam pengembangan fitur tersebut, Ditjenpas menggandeng Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII), Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2), dan The Asia Foundation (TAF).

“Setelah melalui serangkaian proses yang panjang sejak 2020, akhirnya hari ini fitur disabilitas dapat kita luncurkan. Pengembangan fitur tersebut merupakan bagian dari komitmen Ditjenpas untuk memberikan pelayanan yang raham disabilitas khususnya kepada tahanan dan WBP penyandang disabilitas dan umumnya kepada seluruh penyandang disabilitas. Terima kasih atas kerja sama dan dukungannya kepada PUSHAM UII, AIPJ2 dan TAF,” ungkap Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi, Muji Raharjo.

Menurutnya, pelayanan Pemasyarakatan yang ramah disabilitas bukan hanya menjadi kewajiban, tetapi juga merupakan prasyarat dalam pelayanan publik. Terlebih, lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak dalam Sistem Peradilan Pidana mendorong Pemasyarakatan untuk melakukan percepatan membangun sistem pelayanan publik yang ramah disabilitas.

Peningkatan jumlah penyandang disabilitas yang menjadi tahanan dan WBP dalam tiga tahun terakhir mendorong kesadaran pentingnya meningkatkan ketersediaan akomodasi dan kemampuan petugas Pemasyarakatan, dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan kaum disabilitas, dari sejak tahanan dan WBP masuk, menjalani pembinaan, hingga persiapan menjelang bebas.

“Lahirnya Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru memberikan landasan hukum yang semakin kuat untuk mewujudkannya, karena di undang-undang yang baru itu pemberian layanan bagi kelompok rentan diatur secara khusus dalam Pasal 62 ayat (2),” ujar Muji.

Muji juga berpesan kepada seluruh operator layanan kesehatan untuk segera memanfaatkan fitur tersebut. “Akomodasi yang layak, perawatan, dan pembinaan yang sesuai akan melahirkan pribadi tahanan dan WBP yang mandiri,” ungkapnya.

Sementara itu Direktur PUSHAM UII, Eko Riyadi, mengatakan bahwa peluncuran fitur disabilitas kali ini merupakan permulaan dalam peningkatan layanan kepada tahanan dan WBP penyandang disabilitas. “Mohon dukungan dari Ditjenpas, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta UPT PAS, karena pekerjaan baru dimulai dengan mengisi database yang ujungnya adalah data yang valid dan mudah diakses untuk mendukung persiapan penyusunan kebijakan, penganggaran, sumber daya manusia, dan sebagainya. Terima kasih telah mengajak kami berkontribusi dan berdiskusi,” ujar Eko.

Direktur TAF, M. Dody Kusadrianto, mengungkapkan masih terdapat tantangan dalam pelaksanaan dalam layanan penyandang disabilitas, terlebih sejak adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas (UU Disabilitas). Adanya fitur disabilitas pada SDP menjadi langkah Ditjenpas untuk lebih baik lagi dalam melaksanakan UU Disabilitas terhadap tahanan dan WBP yang harus mendapatkan pelayanan khusus.

“Ini adalah langkah awal. Kami dari TAF dan AIPJ2 berkomitmen untuk terus mendampingi. Semoga ke depannya SDP fitur disabilitas menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan, dilaksanakan dan dibuktikan bahwa langkah reformasi di Ditjenpas telah berjalan,” ujar Dody. (DZ/prv)

Sumber :

http://www.ditjenpas.go.id/ditjenpas-luncurkan-fitur-pendataan-penyandang-disabilitas-sdp

Rabu, 29 Juni 2022, PUSHAM UII melakukan audiensi ke Diklat Reserse Lemdiklat Kepolisian Republik Indonesia, Badiklat Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung. Kegiatan ini merupakan bagian dari keterlibatan PUSHAM UII dalam agenda reformasi peradilan di Indonesia, yaitu dengan mendorong inklusivitas peradilan bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum. Selain sebagai sarana untuk silaturahim dengan pimpinan dan pemangku kebijakan di masing-masing lembaga tersebut, PUSHAM UII juga menyampaikan rencana program yang telah disusun untuk beberapa tahun yang akan datang melalui kegiatan ini, khususnya terkait dengan isu hak asasi manusia, peradilan, dan disabilitas.

Kegiatan audiensi dilakukan secara offline di kantor Diklat Reserse Lemdiklat Kepolisian Republik Indonesia, Badiklat Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung. Selain tim dari PUSHAM UII, kegiatan ini turut menghadirkan perwakilan Kepala Diklat Reserse Lemdiklat Polri dan jajarannya, perwakilan-perwakilan Badiklat Kejaksaan Agung, dan Kepala Pusdiklat Mahkamah Agung Republik Indonesia serta pengajar-pengajar di Mahkamah Agung. Berdasarkan hasil audiensi ini, PUSHAM UII, Diklat Reserse Lemdiklat Kepolisian Republik Indonesia, Badiklat Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung saat ini memiliki komitmen yang sama untuk mendorong inklusivitas peradilan bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum yang salah satunya akan didorong melalui penyusunan kurikulum, silabus, dan buku saku bagi masing-masing lembaga tersebut.

PUSHAM UII menjadi narasumber dalam diskusi di Instagram Live Hukumonline bertajuk “Quo Vadis Hak Hukum Penyandang Disabilitas: Potret Pemenuhan Akomodasi yang Layak”, pada Kamis (23/6/2022).

PUSHAM UII diwakili oleh Eko Riyadi selaku Direktur Pusham UII dan Dosen FH UII, berdampingan dengan Erlangga Gaffar sebagai Vice Chairman Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA) dan Komite Hukum Indonesian Mining Association (IMA).

Eko Riyadi menerangkan bahwa bahwa akomodasi yang layak dimaknai sebagai adjustment atau penyesuaian layanan bagi penyandang disabilitas. Sebagian besar fasilitas publik di Indonesia didesain untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tidak memiliki hambatan.

Misalnya saja, dokumen peradilan dibuat dengan diketik dan dicetak di kertas. Fasilitas tangga juga dibuat untuk naik dan turun. Intinya, sebagian fasilitas publik didesain untuk mereka yang tidak memiliki hambatan.

Oleh karena itu UU, Penyandang Disabilitas memerintahkan dilakukan penyesuaian agar bisa diakses oleh mereka yang tidak memiliki hambatan pun yang punya hambatan.

Dalam diskusi tersebut, dibahas pula isu akomodasi bagi penyandang disabilitas di sektor koperasi yang tidak dapat dipisahkan dari PAsal 53 ayat (1) dan (2) UU Penyandang Disabilitas. Diterangkan bahwa institusi, baik pemerintah maupun daerah diwajibkan untuk mempekerjakan setidaknya 2% penyandang disabilitas dari total pegawai. Kemudian, untuk perusahaan swasta diwajibkan untuk mempekerjakan 1% penyandang disabilitas dari total jumlah pegawai.

Terkait hal itu, Erlangga Gaffar menerangkan bahwa masih banyak perusahaan yang belum paham atau aware dengan kewajiban 1 persen untuk swasta dan 2 persen untuk BUMN dan Pemerintahan. Simak liputan lengkapnya di sini(Nadya HOL)

Tonton juga rekaman lengkapnya pada tautan ini.

BOGOR, HUMAS MKRI – Kegiatan Pelatihan SDM Terampil dan Responsif untuk Layanan Disabilitas di Lingkungan Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi digelar Mahkamah Konstitusi (MK) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor, pada Rabu (11/5/2022). 

Pada kesempatan tersebut, Plt. Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Imam Margono menyampaikan ceramah kuncinya, bahwa penyandang disabilitas di Indonesia memiliki kebutuhan dan aspirasi yang patut dipenuhi bersama. Berbagai hambatan dan kesulitan yang dialami penyandang disabilitas, tidak serta-merta mengurangi hak-hak penyandang disabilitas. 

Lebih lanjut, Imam menyampaikan ada potensi yang sangat besar apabila akses dan kesempatan memungkinkan penyandang disabilitas untuk terus berkembang. Masih adanya stigma negatif dan diskriminasi adalah persoalan nyata bagi para penyandang disabilitas. Penyandang Disabilitas memerlukan ekosistem sosial yang suportif – inklusif, dan bukan diskriminatif.

Dalam upaya mendukung ekosistem yang non-diskriminatif tersebut, Pusdik Pancasila dan Konstitusi telah berikhtiar untuk mengutamakan kemudahan dan akses bagi penyandang disabilitas. “Berbagai fasilitas yang memudahkan disediakan seperti Jalur khusus disabilitas, Ramp dari kamar menuju ruang belajar, Lift khusus disabilitas, Kamar dan kamar mandi khusus disabilitas, dan Parkir bagi disabilitas,” jelas Imam.

Sejalan dengan upaya di atas, maka Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi juga menyadari pentingnya menyiapkan tidak hanya sarana dan prasarana namun juga SDM internal yang terampil dalam memberikan layanan kepada peserta yang berasal dari target group penyandang disabilitas.

Hak Asasi Manusia

Eko Riyadi selaku Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia menyampaikan materi pertama mengenai Hak Asasi Manusia. Dirinya menjelaskan bahwa dalam upaya melindungi, menghormati, memajukan, dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Pemerintah Republik Indonesia telah membentuk berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan terhadap penyandang disabilitas, antara lain dengan telah diratifikasinya UU nomor 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.

Saat ini, lanjut Eko, perubahan layanan bagi penyandang disabilitas sedang terjadi di seluruh institusi negara, tidak terkecuali institusi peradilan. “Lembaga pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian sedang berbenah dengan memperbaiki layanan maupun sarana-prasarana agar penyandang disabilitas dapat mengakses seluruh layanan yang tersedia,” jelasnya.

Perubahan layanan dan sarana-prasarana memang merupakan kewajiban hukum yang harus dilakukan oleh institusi peradilan. Namun demikian, kerja-kerja perbaikan layanan dan sarana ini sesungguhnya memiliki nilai lebih yaitu penghormatan tehadap martabat kemanusiaan.

Hambatan Penyandang Disabilitas 

Sementara M. Syafi’ie yang merupakan Dosen FH UII yang menyajikan materi tentang Kajian Disabilitas: Teori, Ragam dan Hambatan menjelaskan bahwa penyandang disabilitas dimaknai sebagai setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. 

Keadaan disabilitas dimaknai sebagai masih adanya hambatan dan kesulitan dalam berpartisipasi. Implikasi dari ini adalah bahwa negara memiliki kewajiban untuk menghilangkan hambatan dan kesulitan tersebut agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara penuh Bersama warga negara lainnya.

Penyandang Disabilitas Netra

Pemateri terakhir di hari pertama Kegiatan Pelatihan SDM Terampil dan responsif untuk Layanan Disabilitas, Mimi Lusli, penyandang disabilitas sensorik menjelaskan tentang materi Pengenalan Penyandang Disabilitas Netra. Dirinya menjelaskan bahwa penyandang disabilitas sensorik atau tunanetra adalah orang yang memiliki keterbatasan dalam penglihatan. “Jadi saya ataupun mereka yang sama seperti saya mengoptimalkan indera pendengaran, peraba, dan penciuman dalam berinteraksi,” tegasnya

Lebih lanjut, tunanetra biasanya membawa tongkat sebagai alat bantu berjalan. Selain itu, lebih banyak berinteraksi dengan menggunakan sentuhan serta suara. Karena itu, standar berinteraksi dengan cara memberi salam, menyentuh dan menyapa.

“Cara menyapa atau berkenalan dengan tunanetra bisa dilakukan dengan 3S, yaitu salam, sapa, dan sentuh. Jika ingin membantunya, tanyakan dulu apakah membutuhkannya atau tidak. Apabila hendak menuntun, tak perlu memegang tangannya. Sebaliknya, biarkan dianya memegang tangan yang menuntun,” jelasnya. (*)

Penulis: Bayu Wicaksono

Editor: Lulu Anjarsari P.

Sumber :

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18187&menu=2

en_GBEN
Scroll to Top
Scroll to Top