NEWS
Latest News by the Center for Human Rights
Studies of the Universitas Islam Indonesia
- 30 November 2019
Kulon Progo adalah satu dari lima kabupaten/kota yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya dibagian barat yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Menurut Data Badan Pusat Statistik Kulon Progo (2016), penduduk Kulon Progo terdiri berbagai agama dan keyakinan. Umat Islam berjumlah 420.135 jiwa, umat Katolik berjumlah 18.538 jiwa, umat Kristen berjumlah 5.933 jiwa, umat Buddha berjumlah 643 jiwa, umat Hindu berjumlah 26 jiwa, umat Konghucu 1 jiwa dan umat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang tersebar di beberapa kecamatan.
Kabupaten Kulon Progo telah mengupayakan kebijakan pembangunan yang inklusif. Pembangunan yang influsif berarti pembangunan yang melibatkan semua (No one will left behind) warga Kulon Progo. Tentu ini menjadi tantangan bagi Kulon Progo yang memiliki beragam keagamaan dan kelompok sosial kemasyarakatan. Saat ini sedang terjadi pembangunan infrastruktur yang masif seperti bandara dan kawasan kota bandara, jalan jalur lintas selatan (JJLS), bedah Menoreh serta kawasan wisata yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan daerah Kulon Progo.
Lalu muncul kekhawatiran pembangunan kawasan ekonomi baru akan berdampak pada abainya peran pemerintah dalam melindungi masyarakat dan tidak adanya strategi kebudayaan menghadapi lonjakan pendatang ke Kulon Progo. Jika hal ini terjadi maka tidak menutup kemungkinan terjadinya gejolak sosial di tengah-tengah masyarakat.
Tentu kita tidak ingin adanya gejolak sosial karena dampaknya sangat besar bagi Kabupaten Kulon Progo. Maka Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) bekerjasama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kulon Progo berupaya melakukan langkah antisipatif dengan mendorong pemerintah merancang pembangunan yang berkeadilan yang melibatkan semua warga. Selain itu, perlu adanya strategi kebudayaan untuk melindungi berbagai kelompok keagamaan dan kepercayaan serta kelompok sosial kemasyarakatan di Kulon progo.
Dialog “Menelaah Gagasan Inklusi Kabupaten Kulon Progo” diinisiasi oleh Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kulon Progo bertujuan sebagai forum menganalisis persoalan dan bertukar gagasan bagi pembangunan di Kulon Progo. Sebagai forum dialog maka yang diundang ialah berbagai kelompok masyarakat, kelompok keagamaan dan pihak Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Narasi-narasi baik dari pengelolaan masyarakat tentu sangat berguna bagi Kulon Progo.
Selain itu, dialog Menelaah Gagasan Inklusi Kabupaten Kulon Progo menjadi sangat penting sebagai sarana perjumpaan antar masyarakat, komunitas keagamaan dan pihak pemerintah sebagai upaya membangun komunikasi bertukar gagasan menuju Kabupaten Kulon Progo yang inklusif. Harapannya dengan adanya dialog ini adanya pemikiran, solusi dan kerjasama dalam membangun Kulon Progo yang berpihak pada warga. Dengan begitu setiap komunitas keagamaan, kepercayaan dan kelompok masyarakat bisa membangun kehidupan yang lebih baik dan bermartabat.
Dialog “Menelaah Gagasan Inklusi Kabupaten Kulon Progo” akan menghadirkan beberapa nara sumber seperti Yayasan LKiS, Dewan Kebudayaan Kulon Progo, dan Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.
Pembicara pertama diwakili oleh Tri Noviana dari Yayasan LKiS. Ibu Noviana akan berbicara mengenai perlindungan terhadap Penghayat Kepercayaan dan upaya-upaya pelibatan umat Penghayat Kepercayaan dalam pembangunan inklusi di Kulon Progo.
Pembicara kedua diwakili oleh Drs. Sudarto selaku Ketua Dewan Kebudayaan Kulon Progo. Bapak Sudarto akan berbicara mengenai strategi dan perlindungan budaya bagi pembangunan inklusi di Kulon Progo.
Pembicara ketiga diwakili oleh Muhadi selaku Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Bapak Muhadi akan berbicara mengenai gagasan kabupaten yang inklusi, dan apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah kabupaten serta masyarakat sipil dalam pembangunan inklusi di Kulon Progo.
Kegiatan dialog “Menelaah Gagasan Inklusi Kabupaten Kulon Progo” akan dilaksanakan pada:
Hari, tanggal : Jumat, 29 November 2019
Waktu : Pukul 08.00- 11.00 WIB
Tempat : Aula Gereja Katolik Paroki Wates, Jl. Sanun, No. 23, Punukan, Wates, Kulon Progo.
Peserta yang hadir dalam dialog “Menelaah Gagasan Inklusi Kabupaten Kulon Progo” berasal dari forum perkumpulan, komunitas keagamaan dan keyakinan serta pihak pemerintah Kabupaten Kulon Progo seperti:
1. Kantor Kementerian Agama Kulon Progo
2. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kulon Progo
3. Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kulon Progo
4. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kulon Progo
5. Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII)
6. Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS)
7. Bidang Pelayanan Kemasyarakat Paroki Wates
8. Gereja Kristen Jawa (GKJ) Wates
9. Penghayat Kepercayaan Kulon Progo
10. Fatayat NU Kulon Progo
11. Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Kulon Progo
12. Wanita Theravada Indonesia (Wadani)
13. Nasyiatul Aisyiyah (NA)
14. Jaringan Masyarakat Inklusi Kulon Progo (JARIK ROGO)
15. Perempuan Kebaya
16. Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A)
17. Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kulon Progo
18. Jaringan Masyarakat Kulon Progo (JMKP)
19. Forum Pemuda Lintas Agama (FPLA) Kulon Progo
20. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kulon Progo
21. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kulon Progo
22. IPPNU Kulon Progo
23. IPNU Kulon Progo
24. Pemuda Theravada Indonesia (PATRIA)
25. Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Wates
26. Pemuda Gereja Kristen Jawa (GKJ) Wates
27. Kelompok Difabel Desa
Download Materi :
Kulon Progo adalah satu dari lima kabupaten/kota yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya dibagian barat yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Menurut Data Badan Pusat Statistik Kulon Progo (2016), penduduk Kulon Progo terdiri berbagai agama dan keyakinan. Umat Islam berjumlah 420.135 jiwa, umat Katolik berjumlah 18.538 jiwa, umat Kristen berjumlah 5.933 jiwa, umat Buddha berjumlah 643 jiwa, umat Hindu berjumlah 26 jiwa, umat Konghucu 1 jiwa dan umat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang tersebar di beberapa kecamatan. Kehadiran umat beragama yang beranekaragam dan didukung oleh kebijakan pemerintah kabupaten yang inklusif telah menjadikan Kulon Progo sebagai salah satu kabupaten toleran di Indonesia.
Kabupaten Kulon Progo yang sangat beragam juga menjadi problem sosial jika tidak dikelola dengan baik. Apalagi Kulon Progo bukanlah wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh kekuatan-kekuatan kelompok intoleran. Kehadiran kelompok intoleran di tengah-tengah masyarakat maupun di sekolah bisa menjadi masalah sosial keagamaan di Kulon Progo. Selain itu, proses pembangunan yang masif bisa menjadi magnet baru bagi pertarungan ekonomi dan politik yang membawa narasi-narasi keagamaan yang ekslusif. Akses media sosial yang tidak terkontrol juga bisa menjadi pemicu ketegangan sosial antar umat beragama.
Untuk menyokong kehidupan yang toleran perlu didukung oleh kebijakan desa yang inklusif dan kehidupan warga yang harmonis. Apalagi wilayah selatan Kulon Progo akan menjadi wilayah ekonomi baru dengan dibukanya Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS). Tentu wilayah selatan harus menyiapkan diri dengan berbagai kemungkinan yang dapat menyebabkan konflik sosial keagamaan baik karena faktor ekonomi, politik maupun provokasi media sosial.
Dengan semangat Sumpah Pemuda, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) bekerjasama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kulon Progo, dan berbagai pihak berupaya menginisiasi pertemuan dan dialog antar komunitas, pemerintah desa dan pemerintah kabupaten seperti yang dilaksakan kali ini di Desa Ngentakrejo, Kecamatan Lendah, Kulon Progo.
Semangat Sumpah Pemuda Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama di Kulon Progo yang diinisiasi oleh Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kulon Progo yang bekerja sama dengan berbagai pihak bertujuan untuk membangun kerukunan umat beragama di Kulon Progo. Kali ini tempatnya di Desa Ngentakrejo karena kehidupan warga desa sangat inklusif dengan pesebaran umat beragama yang beragam. Tentu narasi-narasi baik pengelolaan masyarakat dan kebijakan desa perlu dibagikan ke banyak orang.
Selain itu, dialog kerukunan menjadi sangat penting sebagai sarana perjumpaan antar masyarakat, komunitas keagamaan dan pihak pemerintah desa serta kabupaten sebagai upaya membangun keharmonisan hidup antar umat beragama. Harapannya dengan dijiwai oleh semangat Sumpah Pemuda yang menjadikan Kita Indonesia bisa mengedepankan dialog dalam menyelesaikan berbagai persoalan, dan adanya kebijakan yang inklusif bagi semua warga negara. Dengan begitu perbedaan agama tidak menjadi problem sosial baik di desa maupun di kabupaten, namun perbedaan agama bisa menjadi kekuatan dalam membangun kehidupan yang lebih baik dan beradab.
Dialog “Semangat Sumpah Pemuda Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama di Kulon Progo” akan dipantik oleh beberapa nara sumber seperti Kepala Desa Ngentakrejo, anggota FKUB Kulon Progo, dan PUSHAM UII.
Pembicara pertama diwakili oleh Bapak Sumardi selaku Kepala Desa Ngentakrejo. Bapak Sumardi akan berbicara mengenai semangat Sumpah Pemuda dalam pelayanan desa yang inklusif, bagaimana mengelola keberagaman umat beragama, dan apa yang dilakukan jika terjadi ketegangan sosial keagamaan di desa.
Pembicara kedua diwakili oleh Ibu Barokatussolihah, S.Ag., M.Si selaku anggota FKUB Kulon Progo. Ibu Barokatussolihah akan berbicara mengenai kegiatan yang dilakukan oleh FKUB dalam menjaga kerukunan umat beragama, dan bagaimana mekanisme pendirian rumah ibadah.
Pembicara ketiga diwakili oleh Bapak Puguh Windrawan, S.H., M.H dari PUSHAM UII. Bapak Puguh akan berbicara mengenai potret kejadian konflik umat beragama sebagai gambaran agar pihak desa bisa mengantisipasi gejala sosial keagamaan yang terjadi. Selain itu, Bapak Puguh juga akan memberikan pandangan mengenai tanggung jawab pemerintah kabupaten dan desa dalam menjaga kerukunan umat beragama.
Kegiatan dialog “Semangat Sumpah Pemuda Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama di Kulon Progo” akan dilaksanakan pada:
Hari, tanggal : Kamis, 24 Oktober 2019
Waktu : Pukul 09.00- selesai
Tempat : Balai Desa Ngentakrejo, Nglitayan II, Ngentakrejo, Lendah, Kulon Progo.
Peserta yang hadir dalam dialog “Semangat Sumpah Pemuda Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama di Kulon Progo” berasal dari forum perkumpulan dan komunitas keagamaan dan keyakinan serta pihak pemerintah kabupaten dan desa seperti:
1. Kesra Desa Ngentakrejo
2. Karangtaruna Desa Ngentakrejo
3. Babinsa Desa Ngentakrejo
4. Babinkamtibmas Desa Ngentakrejo
5. Kepala Dusun Bendo, Desa Ngentakrejo
6. Kepala Dusun Kasihan I, Desa Ngentakrejo
7. Kepala Dusun Kasihan II, Desa Ngentakrejo
8. Kepala Dusun Mirisewu, Desa Ngentakrejo
9. Kepala Dusun Nglitayan I, Desa Ngentakrejo
10. Kepala Dusun Nglitayan II, Desa Ngentakrejo
11. Kepada Dusun Pereng, Desa Ngentakrejo
12. Kepala Dusun Temben, Desa Ngentakrejo
13. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kulon Progo
14. Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII)
15. Rohmanu (Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel – SIGAB)
16. Kesbangpol Kulon Progo
17. TKSK Kecamatan Lendah
18. Gereja Kristen Jawa (GKJ) Ngentakrejo
19. Gereja Katolik Santa Theresia, Brosot
20. Penghayat Kepercayaan Kulon Progo
21. Fatayat NU Kulon Progo
22. Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Kulon Progo
23. Wanita Theravada Indonesia (Wadani)
24. Nasyiatul Aisyiyah (NA)
25. Jaringan Masyarakat Inklusi Kulon Progo (JARIK ROGO)
26. P3A Pesisir
27. Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kulon Progo
28. Jaringan Masyarakat Kulon Progo (JMKP)
29. Forum Pemuda Lintas Agama (FPLA) Kulon Progo
30. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kulon Progo
31. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kulon Progo
32. IPPNU Kulon Progo
33. IPNU Kulon Progo
34. Pemuda Theravada Indonesia (PATRIA)
35. Orang Muda Katolik (OMK) Gereja Katolik Santa Theresia Brosot
36. Pemuda Gereja Kristen Jawa (GKJ) Ngentakrejo
37. Kelompok Difabel Desa Ngentakrejo
38. Kelompok Difabel Desa Jatirejo
39. Kelompok Difabel Desa Gulurejo
40. Kelompok Difabel Desa Wahyuharjo
41. Kelompok Difabel Desa Bumirejo
42. Kelompok Ketoprak Putri Peni Laras, Mirisewu, Ngentakrejo
Download Materi :
FKUB Kulon Progo . Oleh : Barokatussolihah
DESA NGENTAKREJO. Oleh TRI TUGIYATNA
Kearifan Lokal: Alat Mempererat Nilai Toleransi. Oleh : Puguh Windrawan
- 28 September 2019
Toleransi umat beragama saat ini masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Perpecahan yang dipicu atas persoalan agama seringkali terjadi, baik di internal sesama agama, ataupun lintas agama. Perbedaan yang relatif kecil dalam banyak hal memicu disharmoni dan kerenggangan antar umat beragama. Kohesi sosial kerap terbelah karena perbedaan-perbedaan yang terjadi. Perpecahaan dan perbedaan yang awalnya kecil dalam perjalanan waktu kerap membesar menjadi konflik saat ada momentum politik yang mempermainkan isu SARA.
Di tengah lemahnya sikap toleran yang saat ini terjadi di beberapa tempat, tidak terkecuali daerah Yogyakarta, dibutuhkan penguatan kapasitas terus menerus dalam hal teologi yang terbuka dan semangat untuk hidup bersama di tengah perbedaan-perbedaan umat manusia. Teologi yang terbuka penting untuk disebarkan terus menerus di tengah gempuran teologi keagamaan ekslusif yang muncul setiap saat di media sosial.
Aktor penting yang mesti disadarkan setiap saat adalah para pemangku kebijakan, baik pemerintah di level pusat atau pun daerah. Teologi keagamaan pemangku kebijakan semestinya terbuka, toleran dan inklusif. Teologi terbuka ini harapannya akan mendorong pembuatan kebijakan dan program-program yang mempersatukan umat yang berbeda-beda agama, keyakinan, dan perbedaan sosial yang lain. Dalam banyak hal, teologi tertutup pemangku kebijakan berdampak pada layanan yang tidak profesional dan diskriminatif.
Hal penting yang juga perlu diperkuat kepada pemerintah, khususnya pemerintah daerah adalah kesadaran bahwa mereka adalah pemangku kewajiban yang tidak diperbolehkan secara konstitusional bertindak diskriminatif dalam menghormati dan memenuhi hak-hak warga negara. Dalam hal ini, memastikan program dan aktivitas pemerintah yang non diskriminasi adalah hal yang sangat penting agar setiap warga negara dapat hidup aman, damai, dan terpenuhi hak-haknya secara layak.
Berangkat dari pemikiran tersebut, Pusham UII hendak melangsungkan workshop pemerkuatan kesadaran pentingnya menjaga semangat saling menghormati antar umat beragama dan pentingnya pemerintah daerah agar terus hadir untuk menjaga dan menciptakan kerukunan di tengah umat dan warga negara yang berbeda-beda.
Tujuan Kegiatan
- Pemerkuatan kapasitas teologis yang mendukung pentingnya hidup bertoleransi, saling menghormati umat beragama dan hidup rukun dengan orang-orang yang beragam.
- Pemerkuatan kesadaran tanggungjawab pemerintah agar membuat kebijakan, program dan aktivitas yang tidak diskriminatif ditengah perbedaan agama, kepercayaan, suku, dan kedaerahan.
- Menggali problem dan potensi program yang mendukung terciptanya toleransi, kerukunan, dan penghargaan terhadap perbedaan agama, kepercayaan, suku dan kedaerahan.
Hasil yang Diharapkan
- Adanya pemahaman dan kesadaran teologis yang mendorong pentingnya hidup toleran, saling menghargai, dan rukun antar umat yang berbeda-beda.
- Adanya kesadaran baru tentang tanggungjawab pemerintah yang tidak boleh bertindak diskirminatif di tengah perbedaan agama, kepercayaan, suku dan kedaerahan.
- Adanya peta persoalan sosial keagamaan di Kulon Progo dan potensi program yang perlu diciptakan oleh pemerintah daerah untuk menciptakan daerah Kulon Progo yang toleran, saling menghormati antar umat yang berbeda-beda, dan menjadi rujukan pembelajaran bagi daerah lain.
Metode
Workshop ini dilakukan dalam 2 (dua) hari kegiatan didalam satu tempat. Agenda workshop dibagi dalam beberapa sesi yang dikelola dengan metode presentasi, diskusi, dan fasilitasi.
Peserta:
- Perwakilan dari para pemangku kebijakan daerah, yaitu DPRD Kulon Progo (3 orang), FKUB Kulon Progo (7 orang), FKUB Bantul (1 orang), FKUB Sleman (1 orang), FKUB Gunung Kidul (1 orang), FKUB Kota Yogyakarta (1 orang), Kemenag Kulon Progo (1 orang), Kesbangpol Kulon Progo (1 orang), Polres Kulon Progo (2 orang), Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (1 orang), Dinas Kebudayaan (1 orang), Bagian Hukum Setda Kulon Progo (1 orang), Bappeda (1 orang), Dinas Pendidikan (1 orang).
- Perwakilan masyarakat sipil, yaitu Forum Pemuda Lintas Agama (6 orang perwakilan dari agama-agama), Jaringan Inklusi Kulon Progo (1 orang), Fatayat Kulon Progo (1 orang), NA Kulon Progo (1 orang), Wanita Katolik RI Kulon Progo (1 orang), IPPNU Kulon Progo (1 orang), IPM Kulon Progo (1 orang), Pemuda Penghayat Kepercayaan Kulon Progo ( 1 orang), Gabungan Organisasi Wanita (1 orang), Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (1 orang), HWDI (1 orang), Jaringan Masyarakat Kulon Progo (1 orang).
Pembicara:
- Wakil Bupati Kulon Progo
- Prof. Dr. Machasin, M.A. (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga)
- Romo Eduardus Didik Cahyono, S.J.(Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang)
- M. Choirul Anam, S.H. (Komisioner Pengkajian dan Penelitian KOMNAS HAM RI)
- Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum, Kementrian Dalam Negri RI
- Eko Riyadi, S.H., M.H. (Direktur Pusham UII)
- Wiwin Siti Aminah Rohmawati (Srikandi Lintas Iman)
- Kepala Bappeda Kab. Kulon Progo
- Ketua DPRD Kab. Kulon Progo
Fasilitator dan Moderator
- M. Syafi’ie, S.H., M.H.
- Nining Sunartiningsih, S.Ant
- Despan Heryansyah, S.H., M.H.
- Arini Robbi Izzati, S.H., M.H.
- Heronimus Heron, S.S.
- Agung Mabruri Asrori
Waktu dan Tempat
Kegiatan workshop ini akan dilaksanakan pada hari Kamis-Jumat, tanggal 26-27 September 2019, bertempat di Wisma Kusuma Hotel, Jl. Lingkar Pasar No.1 Wates, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta
- 23 September 2019
Kulon Progo adalah satu dari lima kabupaten/kota yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya dibagian barat langsung berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Menurut Data Badan Pusat Statistik Kulon Progo tahun 2016, penduduk Kulon Progo terdiri berbagai agama dan keyakinan. Umat Buddha berjumlah 643 jiwa, umat Hindu berjumlah 26 jiwa, umat Kristen berjumlah 5.933 jiwa, umat Katolik berjumlah 18.538 jiwa, umat Islam berjumlah 420.135 jiwa, umat Konghucu 1 jiwa dan umat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang tersebar di 12 kecamatan. Kehadiran umat beragama yang beranekaragam dan didukung oleh kebijakan pemerintah daerah yang inklusif telah menjadikan Kulon Progo sebagai salah satu kabupaten toleran di Indonesia.
Kabupaten Kulon Progo yang sangat beragam juga menjadi problem sosial jika tidak dikelola dengan baik. Apalagi Kulon Progo bukanlah wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh kekuatan-kekuatan kelompok intoleran. Selain itu, proses pembangunan yang masif bisa menjadi magnet baru bagi pertarungan ekonomi dan politik yang membawa narasi-narasi keagamaan yang ekslusif. Akses media sosial yang tidak terkontrol juga bisa menjadi pemicu ketegangan sosial antar umat beragama di Kulon Progo.
Namun di Kulon Progo sudah ada Forum Pemuda Lintas Agama (FPLA) yang merupakan forum persatuan pemuda dari berbagai agama yang ada di Kabupaten Kulon Progo seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. FPLA terbentuk setelah mengikuti Kemah Pemuda Lintas Agama yang diadakan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) pada tahun 2015, dan FKUB serta Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM-UII) pada tanggal 26-27 Juli 2019 di Kalibiru. Pada kegiatan tersebut, FPLA mendeklarasikan ikrar pemuda lintas agama yang secara garis besar menyatakan sanggup menjaga kerukunan dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bermasyarakat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, membangun dialog dan berpartisipasi dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama di Kulon Progo.
Pada 18 September 2019, FPLA yang didampingi oleh FKUB dan PUSHAM UII mengadakan pertemuan untuk membuat kepengurusan. Setelah kepengurusan terbentuk dirasa perlu adanya penguatan kapasitas dan intervensi pengetahuan akan keberagaman bagi FPLA Kulon Progo.
Tujuan
Penguatan Kapasitas Kerukunan Bagi Forum Pemuda Lintas Agama Kulon Progo bertujuan untuk menambah pemahaman kepada pengurus dan anggota FPLA Kulon Progo mengenai keberagamaan dan toleransi di Kulon Progo. Memang kita tidak akan mencampuradukkan persoalan teologis masing-masing agama, tetapi dalam tataran kemanusiaan dan selaku warga negara yang beragama maka menjadi penting adanya intervensi pengetahuan agar setiap orang saling menghormati dan bekerjasama selaku pemuda lintas agama.
Apalagi FPLA ke depannya diharapkan bisa menjadi jembatan komunikasi yang baik antara pemerintah, komunitas masyarakat dan sesama anak muda mengenai pentingnya menjaga kerukunan di Kulon Progo. Dengan adanya penguatan kapasitas dan pengetahuan akan kerukunan dapat menjadikan FPLA sebagai pelopor perdamaian dan toleransi di Kulon Progo.
Pembicara
Penguatan Kapasitas Kerukunan Bagi Forum Pemuda Lintas Agama Kulon Progo akan di isi oleh beberapa nara sumber seperti Setara Institute dan PUSHAM UII. Halili Hasan dari Setara Institute yang selama ini banyak melakukan penelitian mengenai keberagamaan akan berbicara tentang upaya membangun kerukunan umat beragama versi anak muda. Apa yang bisa dilakukan oleh anak muda dalam menjaga kerukunan umat beragama? Dan bagaimana metodenya?
Peserta
Peserta yang hadir dalam Penguatan Kapasitas Kerukunan Bagi Forum Pemuda Lintas Agama Kulon Progo adalah seluruh penggurus dan anggota FPLA, FKUB Kulon Progo dan PUSHAM UII.
Pelaksanaan
Penguatan kapasitas kerukunan bagi FPLA dilaksanakan pada:
Hari, Tanggal : Minggu, 22 September 2019
Waktu : Pukul 10.00-selesai
Kegiatan : 1. Diskusi (10.00-12.00)
2. Istirahat makan siang (12.00-12.30)
3. Melanjutkan pembentukan kepengurusan FPLA (12.30-selesai)
Tempat : Kantor FKUB, Jl. Sugiman, Wates, Kulon Progo
Perhelatan akbar pemilihan umum (pemilu) pada bulan April 2019 mendatang memiliki tempat spesial bagi masyarakat Indonesia. Tidak saja karena ia akan mempertemukan dua rivalitas lama yaitu Jokowi dan Prabowo yang sebelumnya pernah bertemu pada pemilu 2014 lalu. Melainkan juga karena ini merupakan kali pertama pemilu serentak akan diselenggarakan, meliputi pemilihan Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Oleh karenanya menarik untuk melihat apakah penyelenggaraan pemilu serentak ini jauh lebih efektif dan efisien, dan apakah hasilnya nanti benar-benar mampu mewujudkan sistem presidensiil yang juga efektif sebagaimana yang menjadi tujuan awal dipilihnya pemilu serentak.
Namun demikian, animo masyarakat yang demikian besar terhadap penyelenggaraan pemilu, pada satu sisi berdampak positif sebagai ajang pendidikan politik masyarakat. Tetapi pada sisi yang lain, juga memunculkan kekhawatiran tersendiri akan besarnya potensi konflik yang akan muncul. Ada banyak tantangan menghadapi penyelenggaraan pemilu serentak ini, sebagian besarnya adalah masalah lama yang terus menerus terjadi setiap kali perhelatan pemilu. Kenapa ini bisa terjadi? Tentu ada banyak faktor penyebabnya, mulai dari aturan hukum yang memberikan celah terjadinya kecurangan, aparatur penyelenggara yang dengan mudah dapat dipengaruhi, mental calon pemimpin/wakil rakyat yang bobrok, hingga budaya masyarakat yang selain mudah terprovokasi juga sebagian besar tidak dibekali dengan pendidikan politik memadai. Kalau kita berkaca pada pengalaman masa lalu, maka tantangan pemilu serentak mendatang akan semakin kompleks dan bertingkat.
Pertama, menguatnya politik identitas. Belajar dari perhelatan pemilihan kepala daerah di Jakarta dan beberapa wilayah lain, wajah politik identitas yang belakangan ini menunjukkan penguatan yang cukup signifikan adalah fundamentalisme agama dan primordialisme kesukuan. Dua istilah ini memang masih bisa diperdebatkan, namun realitas riil berupa kampanye atas nama agama dan ajakan memilih orang yang hanya berasal dari suku yang sama mulai menguat. Celakanya, masyarakat Indonesia mudah sekali tersulut emosinya kalau sudah bicara masalah agama dan suku. Di beberapa daerah, setidaknya Batam, Riau, dan Lampung hampir saja terjadi kericuhan antar penduduk jika saja aparat kepolisian tidak bergerak dengan cepat. Politik identitas di Indonesia, pada satu sisi memang menggambarkan suara mayoritas yang kompak dan loyal, namun pada sisi yang lain ia memberangus suara minoritas. Dua isu ini, jika dibiarkan terus terjadi, tidak saja dapat merusak laju pertumbuhan demokrasi, namun juga mengancam persatuan NKRI. Diperparah pula dengan kabar hoaxs yang dengan mudah dan cepat dapat beredar di media, yang sampai hari ini belum ditemukan cara efektif untuk menangkalnya. Cara instan yang selama ini dilakukan adalah dengan mentersangkakan siapa saja yang dianggap kebablasan mengekspresikan kebebasan.
Kedua, kalau persoalan pertama di atas lebih mencerminkan persoalan politik, maka persoalan kedua ini lebih merupakan persoalan hukum, yaitu pengajuan perkara ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan sengketa hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi, adalah hak konstitusional warga negara. Oleh karenanya tidak dapat dikurangi apalagi ditiadakan. Namun dua persoalan yang juga harus diantisipasi, yaitu membludaknya jumlah pengajuan sengketa pemilu dan terjadinya praktik-praktik busuk di MK berupa penyuapan, gratifikasi, dan lain sebagainya. Hal ini bukan tidak mungkin dapat terjadi di MK, meski mendapatkan predikat sebagai negarawan, namun sudah ada dua mantan hakim MK yang sampai saat ini mendekam di penjara karena terbukti melakukan praktek korupsi, bahkan dengan nominal yang mengejutkan. Apalagi saat ini pengajuan permohonan sengketa hasil pemilu kerap dijadikan sebagai jalan terakhir (atau untung-untungan) untuk membatalkan hasil pemilu meskipun sudah nyata-nyata kalah. Jika sudah begini, maka berbagai macam upaya akan dihalalkan asal tujuan dapat tercapai. Ditambah lagi, pengawasan eksternal di tubuh MK sangat minim, dulu ada Komisi Yudisial yang menjalankan fungsi ini, namun dibatalkan sendiri oleh MK.
Merespon berbagai isu potensi konflik penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2019 April mendatang, Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) Universitas Islam Indonesia bekerjasama dengan Universitas Islam Indonesia, bermaksud menyelenggarakan Seminar Nasional untuk membicarakan persoalan tersebut secara lebih mendalam.
Tujuan Kegiatan
Memetakan potensi konflik Pemilu Serentak 2019 dari perspektif politik dan hukum
Waktu dan Tempat
Hari/ Tanggal : Kamis, 28 Maret 2019
Tempat : Ruang Sidang Lantai 3, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa, Yogyakarta
Pembicara
- Ø Keynote Speech : Prof. Dr. Moh. Mahfud MD., SH., SU.
Berbicara terkait dengan “Problematika Pemilu Serentak 2019”
- Ø Pembicara pada kegiatan ini yaitu:
- Burhanuddin Muhtadi, MA., Ph.D., adalah Dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pakar Politik Indonesia. Berhanuddin akan berbicara terkait Politik Identitas dalam Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019.
- Bivitri Susanti, SH., LLM., PhD., adalah Dosen Jantera yang juga pemerhati politik Indonesia. Abdul Gaffar akan berbicara Potensi Konflik Pemilu Serentak 2019.
- Prof. Dr. Ni’matul Huda, SH., M.Hum., adalah Dosen FH UII dan pakar Hukum Tata Negara Indonesia, beliau akan berbicara mengenai Potensi Konflik Pasca Pemilu.
Peserta
Peserta dalam kegiatan ini adalah mahasiswa, akademisi, praktisi, dan umum.
Kerjasama antara Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) Univesitas Islam Indonesia dengan Akademi Kepolisian sudah berlansung sejak tahun 2006. Jalinan kerjasama ini dilakukan dalam rangka mewujudkan Kepolisian Republik Indonesia yang profesional, responsif, dan juga menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Untuk menjaga komitmen perbaikan system dan pola pendidikan bagi Taruna Akademi Kepolisan, maka diperlukan pendampingan bagi Akpol dan Lemdiklat Polri. Pendampingan ini dilakukan, selain dalam rangka memperkuat komitmen, juga dalam rangka memastikan agar pendidikan Hak Asasi Manusia dapat diajarkan di Pendidikan Polri dan Pengasuhan Akademi Kepolisian Republik Indonesia.
Dalam rangka menciptakan generasi Kepolisan Beriman, Bertaqwa, Profesional, Cerdas, dan mempunyai akhlak yang baik maka perlu ditanamkan pendidikan Karakter Kebayangkaraan kepada taruna Akpol dari tingkat 1 sampai tingkat 4. Diharapkan dengan penanaman karakter kebayangkaraan ini Taruna dapat menjiwai dan mengamalkan dalam kehidupannya sebagai seorang polisi berkepribadian baik dan profesional.
Untuk menunjang terwujudnya cita-cita tersebut maka Pengasuhan Taruna di Akpol sangat perlu untuk menanamkan karakter kebayangkaraan yang didukung dengan modul, sarana prasarana dan alat evaluasi yang tepat. Pada kesempatan ini Pusham UII bekerjasama dengan Akpol bermaksud untuk menyusun modul karakter Kebayangkaraan dengan tujuan agar bisa mempermudah para pengasuh untuk menanamkan karakter tersebut pada taruna.
Semoga usaha bersma ini bisa mewujudkan pengasuhan Akpol yang menjadi lebih sempurna dan dapat menjadikan taruna menjadi polisi yang mempunyai karakter kebayangkaraan, sehingga besok mereka bisa menjadi para pemimpin polisi yang profesional dan beraklhak yang mulia.
Waktu dan Tempat
Hari : Kamis – Sabtu
Tanggal : 8 – 10 Maret 2018
Tempat : Hotel Grand Edge Semarang. Jl. Sultan agung no. 96 Candisari Semarang
Penyelenggara
Kegiatan ini diselenggarakan kerjasama antara Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) bersama Akademi Kepolisian Semarang dan didukung oleh The Asia Foundation (TAF).
Peserta
Kegiatan ini akan diikuti oleh 30 (tiga puluh orang) peserta yang berasal dari Akademi Kepolisian Semarang.