PUASA DAN PRINSIP RESIPROSITAS

Puasa Ramadhan kali ini bersamaan dengan situasi negara yang tidak baik-baik saja : pajak yang naik, gelombang pemutusan kerja, biaya kebutuhan pokok yang melonjak tinggi, turunnya kelas menengah ke kelas bawah, dan praktek korupsi yang tak terkendali. Pertanyaannya, sejauhmana puasa bulan ini berkontribusi terhadap penciptaan tatanan sosial dan bernegara yang beradab? Pertanyaan ini cukup relevan, mengingat mayoritas warga dan pejabat negara beragama Islam, walapun ada yang non-Islam masing-masing mereka memiliki laku puasa sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing, yang kesemua itu diharapkan akan menciptakan individu-individu tercerahkan dan peduli terhadap penderitaan manusia yang lain.

Makna Penting Puasa

Puasa secara bahasa dartikan dengan menahan diri, sedangkan secara terminologi diartikan dengan menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Definisi ini memberi makna bahwa puasa menjadi media berlatih seseorang agar mampu untuk menahan diri terhadap banyak hal yang nanti akan merusak pengabdian tulus kepada Tuhannya, dan pada dimensi yang lain puasa mengajarkan agar seseorang bisa menyerap prinsip timbal balik dalam hubungannya dengan manusia yang lain.

Puasa sebagai pengabdian kepada Tuhan tidak diragukan lagi pesannya. Hampir semua umat beragama berpuasa karena memang ada firman Tuhan yang mewajibkan dengan harapan umat beragama akan menjadi manusia yang lebih baik di hadapan Tuhan, dirinya sendiri, dan hubungan antar manusia. Ketika seseorang berpuasa, maka otomatis pengabdian dan ketulusannya akan dihitung di sisi Tuhan. Sebaliknya, pengabaian terhadap puasa akan dihitung sebagai pengingkaran terhadap pesan Tuhan.

Secara personal, puasa sangat bagus bagi kesehatan. Dalam beberapa studi disebutkan bahwa ketika berpuasa sistem pencernaan akan beristirahat dan sisa-sisa energi akan digunakan untuk perbaikan, pemulihan, dan peremajaan sel-sel tubuh. Di dunia medis, kesehatan memiliki manfaat untuk menjaga berat badan, menjaga kesehatan jantung, meningkatkan metabolisme tubuh, mengendalikan nafsu makan, meningkatkan fungsi kesadaran, mengaktifkan detoksifikasi, menjaga kesehatan kulit, mengurangi resiko diabetes, dan menjaga kesehatan mental.

Manfaat puasa secara kesehatan penting dipelajari mengingat tren terbaru dunia menyebutkan bahwa kematian banyak orang saat ini disebabkan oleh pola makan yang tidak terkendali. Mungkin karena itu, puasa telah menjadi kebiasaan umat terdahulu. Misalnya Pythagoras (580-500 SM) yang biasa berpuasa selama 40 hari karena meyakini akan memperbaiki persepsi mental dan kreatifitas, serta Hippocrates (460-357 SM) yang menjadikan puasa sebagai obat bagi pasiennya.

Prinsip Resiprositas

Manfaat yang tidak kalah penting dari puasa adalah kontribusi sosialnya. Puasa mengajarkan pemaknaan terhadap kehidupan, interaksi sosial, dan kemanusiaan. Puasa yang didalamnya melarang makan, minum, hubungan seksual, dan perbuatan dosa seperti ghibah mengadu domba, berbohong, melihat dengan syahwat dan sumpah palsu. Larangan-larangan ini adalah sesatu yang sulit dikerjakan, mengingat setiap orang sudah terbiasa melakukannya, tetapi semua itu kemudian dilarang dan bahkan menjadi faktor yang membatalkan ibadah puasa.

Larangan makan dan minum misalnya membuat orang lapar, haus dan dahaga. Setiap orang yang berpuasa akan merasakannya sehingga pada kondisi tersebut harapannya ada kesadaran betapa nestapanya orang-orang miskin mencari makan di tengah kesulitan mencari pekerjaan. Pada saat yang sama betapa menyedihkannhya mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja di tengah beban ekonomi keluarga yang tidak sedikit.

Larangan membicarakan orang lain misalnya, dimana didalamnya ada praktik bullying berupa tindakan agresif perundungan yang melukai orang lain, atau body shaming berupa perilaku menjelek-jelekkan atau mongomentari penampilan fisik seseorang.  Pelaku bullying dan body shaming cukup besar di Indonesia, utamanya komentar-komentar menyudutkan yang tersebar di media sosial. Akibat perbuatan tersebut ada dampak serius terhadap kesehatan fisik, mental, dan bahkan mendorong bunuh diri korbannya.

Puasa telah mengajarkan prinsip perilaku timbal balik atau prinsip resiprositas dalam hubungannya antar manusia. Abdullah An-Na’im menyebut bahwa prinsip resiprositas adalah salah satu landasan normatif prinsip kesetaraan dan non diskriminasi dalam pemikiran HAM. Prinsip ini mengajarkan bahwa perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan; atau cintailah manusia lain sebagaimana engkau mencintai diri sendiri. Karena itu, cukup beralasan berharap bahwa puasa Ramadhan tahun ini dapat berkontribusi terhadap perbaikan hubungan antar manusia yang beragam, dan khususnya hubungan penguasa dan rakyat, dimana penguasa harapannya dapat berkesadaran sehingga menjauhi membuat aturan dan kebijakan yang berdampak menyengsarakan rakyatnya.

en_GBEN
Scroll to Top
Scroll to Top