PENGUATAN KAPASITAS HAKIM DALAM PEMENUHAN HAK ATAS PERADILAN YANG FAIR BAGI PENYANDANG DISABILITAS DI INDONESIA

Indonesia adalah negara hukum. Salah satu prasyarat terpenuhinya prinsip negara hukum adalah adanya peradilan yang fair dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Peradilan yang fair menjadi prasyarat penting mengingat pengadilan merupakan institusi dimana masyarakat dapat menguji apakah hak-haknya telah terpenuhi atau belum. Di pengadilan pulalah masyarakat dapat menuntut jika kepentingan dan haknya dilanggar oleh pihak lain. Sebalikmya, jika pengadilan berbuat hukum yang tidak fair, maka pengadilan telah menghalangi, mengurangi bahkan mencabut hak dan kepentingan warga negara. Pada posisi ini, maka pengadilan telah berubah fungsi bukan lagi sebagai tempat pencari keadilan tetapi justru sebagai institusi pendorong munculnya ketidakadilan. Begitu pentingnya peradilan yang fair ini, maka hampir seluruh konstitusi di seluruh negara di dunia mencantumkan kemandirian peradilan dan kewajiban peradilan untuk bertindak fair menjadi salah satu prasyarat penting berdirinya negara tersebut. Pada tataran internasional, pengakuan pentingnya peradilan yang fair ini tercantum di dalam salah satu peraturan hak asasi internasional yang sangat penting yaitu pada Pasal 14 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.

Perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak asasi manusia juga menjadi prasyarat penting demi terpenuhinya prinsip negara hukum. Hak asasi manusia adalah sekelompok norma yang mengatur tingkah laku negara, melalui aparaturnya. Hak asasi manusia menjadi patokan mengenai apa saja yang harus dilakukan oleh negara kepada warga negaranya, dan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh negara kepada warganya. Terpenuhinya hak asasi manusia berarti terpenuhinya kewajiban negara dan juga terpenuhi pula alasan mengapa negara didirikan. Meminjam istilah John Locke, memang negara didirikan untuk memenuhi hak warga negaranya. Jika negara tidak mampu dan tidak mau memenuhi dan melindungi hak asasi manusia warga negaranya, maka negara itu layak untuk dibubarkan.

Pada perkembangannya, hak asasi manusia kemudian menjadi rezim hukum sendiri yang memiliki sistem dan mekanisme yang cukup rigid dalam implementasinya. Baik pada tataran internasional, melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan juga pada tataran nasional, melalui mekanisme domestik seperti komisi nasional hak asasi manusia dan peradilan umum, hak asasi manusia telah menjadi bagian penting dari norma yang mengatur negara moderen. Pemenuhan hak asasi manusia juga menjadi prasyarat bagi sebuah negara untuk bergaul secara beradab di dunia internasional.

Khusus berkaitan dengan pelatihan yang akan diselenggarakan kali ini, isu pemenuhan hak asasi manusia bagi penyandang disabilitas telah menjadi isu internasional. Pada tataran tertentu, isu pemenuhan hak penyandang disabilitas telah menyamai isu pemenuhan hak perempuan, hak anak dan hak masyarakat adat. Artinya, isu pemenuhan hak penyandang disabilitas telah menjadi isu utama pada tataran masyarakat internasional. Secara normatif, pengakuan hak-hak penyandang disabilitas telah dikukuhkan di dalam rezim hukum hak asasi manusia internasional melalui disahkannya Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities). Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi tersebut dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011.

Ratifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia bermakna dua hal, yaitu pertama, Indonesia telah mengikatkan diri dan masuk pada tataran konsep masyarakat internasional. Pada konteks ini, Indonesia harus sanggup dan siap ketika komunitas internasional bakal mengintervensi (secara legal) terhadap kondisi pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia. Kedua, pada konteks internal, Pemerintah Indonesia wajib memastikan bahwa sejak diratifikasinya Konvensi, Pemerintah Indonesia akan bersungguh-sungguh berusaha memenuhi prestasi Konvensi. Pemenuhan prestasi Konvensi ini dapat dilakukan melalui upaya legislasi, perencanaan kerja pada tataran eksekutif, dan juga pemenuhan hak melalui pendekatan yudikatif.

Pendekatan yudikatif inilah yang menjadi fokus pada pelatihan yang akan dilakukan kali ini. Dunia peradilan Indonesia memiliki kewajiban untuk mengembangkan skema dan peta pemenuhan hak penyandang disabilitas di peradilan. Tidak hanya berkaitan dengan pengakuan penyandang disabilitas sebagai subyek hukum secara penuh, tetapi juga sarana prasarana yang dibutuhkan demi memenuhi hak-hak penyandang disabilitas.

Training yang akan diselenggarakan ini baru seputar pada diseminasi pemahaman mengenai penyandang disabilitas dan konsep pemenuhan hak atas peradilan yang fair bagi penyandang disabilitas.             

Tujuan Kegiatan

  1. Memberikan pemahaman kepada para hakim tentang disabilitas, hak penyandang disabilitas dan hak atas peradilan yang fair bagi penyandang disabilitas.
  2. Mendorong pengadilan untuk bekerja dengan perspektif perlindungan bagi penyandang disabilitas.
  3. Mendorong pengadilan untuk mengembangkan inisiatif demi aksesibilitas peradilan bagi penyandang disabilitas.

Waktu dan Tempat

Waktu               : Senin-Kamis, 14-17 April 2014

Tempat             : Jogjakarta Plaza Hotel, Jl. Affandi-Complex Colombo, Yogyakarta

Peserta

  1. Peserta berjumlah sebanyak 30 orang
  2. Peserta berasal dari Pengadilan Negeri di Nusa Tenggara Timur, Pengadilan Negeri di Nusa Tenggara Barat, Pengadilan Negeri di Sulawesi Selatan, Pengadilan Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta, Pengadilan Negeri di Jawa Barat dan Pengadilan Negeri di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.  

Materi Traning

Kebijakan Komisi Yudisial pada Pengembangan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Pengadilan. Oleh: Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia

Konsep Hukum Hak Asasi Manusia. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. dan M. Syafi’ie, S.H.

Konsep Disabilitas. Oleh: Dra. V.L. Mimi Mariani Lusli, M.Si., M.A.

Konsep Disabilitas Kategori Intelektual. Oleh: Hari Kurniawan, S.H. dan Dra. V.L. Mimi Mariani Lusli, M.Si., M.A.

Konsep Disabilitas Kategori Mobilitas. Oleh:Hari Kurniawan, S.H. dan Dra. V.L. Mimi Mariani Lusli, M.Si., M.A.

Konsep Disabilitas Kategori Psiko Sosial. Oleh:Hari Kurniawan, S.H. dan Dra. V.L. Mimi Mariani Lusli, M.Si., M.A.

Konsep Disabilitas Kategori Sensorik. Oleh:Hari Kurniawan, S.H. dan Dra. V.L. Mimi Mariani Lusli, M.Si., M.A.

Konsep Disabilitas Kategori Komunikasi dan Multiple. Oleh:Hari Kurniawan, S.H. dan Dra. V.L. Mimi Mariani Lusli, M.Si., M.A.

Pemenuhan Hak Penyandang Disabiltas Kategori Intelektual. Oleh: Mahrus Ali, S.H., M.H.

Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Kategori Mobilitas. Oleh: Mahrus Ali, S.H., M.H.

Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Kategori Psiko Sosial. Oleh: Dr. Gregorius Sri Nurhartanto, S.H., LLM.

Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Kategori Sensorik. Oleh: Dr. Gregorius Sri Nurhartanto, S.H., LLM.

Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Kategori Komunikasi dan Multiple. Oleh: Mahrus Ali, S.H., M.H. dan Dr. Gregorius Sri Nurhartanto, S.H., LLM.

Penyelenggara

Pelatihan ini diselenggarakan atas kerjasama antara Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Yogyakarta dengan Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY RI) dan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) dan di dukung oleh Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ).

en_GBEN
Scroll to Top
Scroll to Top