Training HAM Lanjutan Bagi Tenaga Pendidik Akpol. “Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Vulnerable Groups)”

Hak asasi manusia telah menjadi bahasa internasional dan menjadi rujukan peradaban modern. Suatu negara dianggap beradab jika negara tersebut telah mengadopsi dan menjadikan hak asasi manusia sebagai basis penyelenggaraan pemerintahannya. Salah satu indikator negara yang beradab adalah tatkala tidak ada diskriminasi dan pembedaan apapun, baik atas nama agama, kepercayaan, warna kulit, haluan politik, ideologi dan atau perbedaan lainnya. Sebagai satu sandaran peradaban modern, dunia internasional telah mensepakati DUHAM  (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) sebagai pijakan basis normatifitasnya.

Secara umum, tidak ada gugatan yang berarti dari negara-negara di dunia terhadap normatifitas hak asasi manusia internasional, utamanya terhadap rumusan DUHAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Salah satu ukurannya, mayoritas negara-negara di dunia saat ini telah meratifikasi instrumen-instrumen internasional, termasuk di antaranya adalah negara Indonesia. Saat ini sebagian besar instrumen internasional telah diratifikasi negara Indonesia, seperti Kovenan Internasional tentang Hak Sipil Politik (KIHSP), Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB), Konvensi Hak Penyandang Disabilitas, Konvensi Hak Anak, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dan beberapa instrumen hukum hak asasi manusia lainnya. Dampaknya, pemerintah Indonesia otomatis mengikatkan dirinya untuk bertanggungjawab terhadap penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia. Tiap beberapa tahun, pemerintah Indonesia dievaluasi bentuk tanggungjawabnya terhadap beberapa isu hak asasi manusia yang telah diratifikasinya.

Salah satu tanggungjawab pemerintah yang sering dievaluasi di dunia internasional adalah terkait tanggungjawabnya terhadap perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas. Di dunia internasional, dikenal beberapa kelompok minoritas seperti perempuan, anak, difabel, masyarakat adat, buruh migran, kelompok minoritas etnis, agama dan kepercayaan, lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Orang-orang yang dikategorikan sebagai kelompok minoritas sangat rentan diberlakukan secara diskriminatif, sewenang-wenang, serta tidak sedikit dari mereka yang harus terusir dari tempat tinggalnya, terbunuh dan hidup dengan suasana kekerasan dan ancaman.

Pada beberapa kondisi, aparat negara yang selalu ditimpakan kesalahan dalam perlindungan kelompok minoritas adalah institusi kepolisian. Mengapa? Sebab institusi kepolisian adalah satu-satunya institusi yang diberi amanah oleh konstitusi untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak atas rasa aman masyarakat, dalam hal ini khususnya adalah kelompok minoritas. Kelompok minoritas ini disebut sebagai kelompok rentan karena kelompok minoritas tentu memiliki perbedaan pandangan bahkan keyakinan dengan kelompok masyarakat yang mayoritas. Karenanya, kelompok minoritas rentan diberlakukan sewenang-wenang oleh kelompok mayoritas. Aparat kepolisian dalam kondisi itu harus berada di garda terdepan untuk menjaga hak hidup dan keamanan kelompok minoritas. Polisi tidak dibenarkan sedikit pun membiarkan praktek kekerasan, ancaman, apalagi pembunuhan terjadi. Polisi juga sangat terlarang terlibat dan menjadi bagian yang mendorong terjadinya tindakan tidak manusiawi tersebut.

Begitu pentingnya perlindungan kelompok minoritas, pengetahuan tentang hak-hak kelompok minoritas menjadi penting untuk dipahami oleh institusi kepolisian, baik terkait eksistensi, kebutuhan, dan persoalan-persoalan yang kerap terjadi pada mereka di Indonesia. Termasuk yang mesti dipahami adalah instrumen hukum hak asasi manusia yang telah melindungi kelompok minoritas, dan termasuk bagaimana polisi mesti bertindak jika berhadapan dengan kelompok minoritas. Institusi kepolisian yang utama mengetahui tentang kelompok minoritas adalah Akademi Kepolisian Semarang, sebab di institusi inilah para pemimpin polisi bakal dilahirkan. Pihak utama yang mesti diberi pelatihan adalah para tenaga pendidiknya. Sebab, merekalah yang akan melakukan transformasi pengetahuan tentang kelompok minoritas kepada peserta didik.

Tujuan

  1. Meningkatkan pengetahuan para tenaga pendidik Akademi Kepolisian Semarang tentang teori dasar hak asasi manusia
  2. Mengantarkan pengetahuan para tenaga pendidik Akademi Kepolisian Semarang tentang kelompok rentan, baik eksistensi dan perlindungan hukumnya
  3. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan kelompok rentan di Indonesia


Peserta
Peserta adalah tenaga pendidik Akademi Kepolisian Semarang yang berjumlah 25 orang

Tempat dan Waktu
Waktu: Selasa-Kamis, 15-17 Januari 2014
Tempat: Hotel Horison Semarang, Jl. K.H. Ahmad Dahlan o. 2 Simpang Lima Semarang

Penyelenggara
Pusat Studi Hak Asasi Manusia UII dan Akademi Kepolisian (AKPOL) Semarang

en_GBEN
Scroll to Top
Scroll to Top