Menteri Perlindungan Perempuan dan Anak Yohana Yambise, Ibu Kapolri Tri Suswati dan puluhan aktivis perempuan saat kampanye perlindungan perempuan dan anak, di Tugu Proklamasi, Jakarta, Jumat (9/6/2017).(KOMPAS.com/IHSANUDDIN)
JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (PPA) bersama Bhayangkara Polri menggelar kampanye dan deklarasi perlindungan perempuan dan anak.
Acara berlangsung di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (9/6/2017).
Menteri PPA Yohana Yembise dan istri Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Tri Suswati, turut hadir dalam acara ini.
Selain itu, acara juga diramaikan oleh puluhan aktivis perempuan dari berbagai organisasi.
Mereka kompak membacakan pernyataan yang pada intinya menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Ib
Istri Kapolri, Tri Suswati, berharap, acara yang digelar ini tidak hanya bersifat seremonial, tetapi bisa lebih memacu para aktivis dan seluruh masyarakat di Indonesia akan pentingnya perlindungan bagi perempuan dan anak.
"Saya berharap semoga semangat untuk melindungi perempuan dan anak dari kekerasan tidak hanya disini, tapi berlanjut sampai ke rumah-rumah, kita sosialisasi ke sekeliling kita bahwa perempuan dan anak itu dilindungi Undang-Undang," kata dia.
Berikut pernyataan sikap bersama yang dibacakan Yohana, Tri, dan puluhan aktivis perempuan yang hadir:
1. Kami menolak dan mengutuk kekerasan atas perempuan dan anak dari segala bentuk afiliasinya, karena tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, serta peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Kami mengutuk tindakan main hakim sendiri terhadap perempuan dan anak, segala sesuatu harus diselesaikan sesuai hukum yang berlaku.
3. Kami berkomitmen melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan fisik psikologis intimidasi persekusi yang berdampak negatif pada korban.
4. Kami bertekad bersatu padu pada pihak yang berwenang melaksanakan perlindungan terhadap perempuan dan anak Indonesia, sehingga tercipta suasana harmonis di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
5. Kami mengajak masyarakat untuk tidak takut bersuara, dan melaporkan tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak kepada yang berwenang, sehingga tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penulis : Ihsanuddin
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Sumber:
versi Bahasa Indonesia
research held by PUSHAM UII
a library of PUSHAM UII
T-shirt produced by PUSHAM UII
bulletin published by PUSHAM UII
books published by PUSHAM UII
newsletter and comic published by PUSHAM UII
short analysis about human rights
Oleh: Despan Heryansyah
(Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) dan Mahasiswa Program Doktor Fakultas Hukum UII YOGYAKARTA)
Demokrasi prosedural telah mengantarkan kita pada ruang yang penuh paradoks, orang kemudian berbondong-bondong atas nama dan kekuatan mayoritas menggerakkan masa lalu menekan negara mengikuti kehendak mereka, tidak jarang kehendak itu justeru menabrak prinsip-prinsip demokrasi. Padahal, demokrasi sejak semula adalah resistensi terhadap elitisme politik, ia adalah perlawanan tak bersenjata terhadap kekuasaan yang dipegang kaum berpunya.
